Minggu, 5 Oktober 2025

Komnas Perempuan Sayangkan Proses Legislasi RUU TPKS Tersendat

RUU ini merupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang tersendat.

Sehingga belum ditetapkan sebagai agenda rapat paripurna sebagai usul inisiatif DPR RI dalam sidang paripurna DPR RI yang diselenggarakan pada Kamis, (16/12/2021). 

Penetapan ini telah dinanti-nanti oleh rakyat Indonesia. Khususnya korban tindak pidana kekerasan seksual, keluarga korban, dan pendamping korban. 

RUU ini merupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual.

Baca juga: Komnas Perempuan Kecewa RUU TPKS Tak Masuk Paripurna DPR: Setiap Hari 35 Perempuan Jadi Korban

"Serta upaya memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual," papar Ketua Komnas perempuan Andy Yetriani, dalam keterangan resmi, Sabtu (18/12/2021).

Urgensi kehadiran payung hukum bermula dari tingginya angka kekerasan seksual dalam rentang waktu sepanjang 2001-2011.

Selama dasawarsa tersebut, 25 persen kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasan seksual. 

Setiap hari, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.

Sepanjang menunggu pengesahan RUU ini (2012-2020) CATAHU Komnas Perempuan mencatat terlaporkan 45.069 kasus kekerasan seksual. 

Selain dapat dilihat secara jumlah, darurat kekerasan seksual juga dapat dilihat dari maraknya kasus pemberitaan kekerasan seksual di media massa.

Peningkatan dan kompleksitas kasus-kasus kekerasan seksual yang diadukan tidak diimbangi dengan undang-undang. 

Padahal regulasi mampu menghambat perkembangan kualitas dan kuantitas kekerasan seksual. Hal ini yang menyebabkan korban tidak terpenuhi hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan. 

Hak-hak korban sebagaimana dimandatkan Konstitusi RI dan instrumen HAM internasional khususnya Convention on the Elimination of All Discrimination Against Women (CEDAW), telah menjadi bagian dalam hukum nasional melalui UU No. 7 Tahun 1984.

Belum belum ditetapkannya RUU TPKS Komnas Perempuan mengeluarkan beberapa pernyataan. Pertama, mengapresiasi kerja Panja RUU TPKS yang sudah melakukan pengkajian dan harmonisasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Baca juga: Darurat Kekerasan Seksual, Politisi NasDem Sayangkan RUU TPKS Tak Diparipurnakan Hari Ini

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved