Sabtu, 4 Oktober 2025

Muktamar NU

Kyai Nasaruddin Umar dan Harapan Mengakhiri Jawa Sentris di Muktamar NU ke 34

Sebenarnya, kepemimpinan NU dari luar Jawa bukan perkara asing. Sejarah sudah menjadi saksi bisu bahwa NU.

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Lebih-lebih Kyai Nasaruddin Umar nantinya muncul sebagai pemenang. Kemudian kepemimpinan NU jatuh ke tangan orang non-Jawa. Ini akan menjadi pelajaran berharga bagi para politisi di tingkat nasional, dan akan mempengaruhi konstelasi politik pada Pilpres 2024. Pemimpin Nasional tidak harus orang Jawa. Jika PBNU mampu menginspirasi peta dan alam pikir politik nasional maka ini dapat dihitung sebagai kontribusi NU bagi kedewasaan dan demokrasi di Indonesia. Sebaliknya, kita sebagai warga Nahdliyyin tidak bisa bicara demokrasi dan desentralisasi lebih jauh, jika kepemimpinan NU sendiri masih Jawa Sentris. Wallahu a'lam bis shawab.

*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved