Amandemen UUD 1945
Ketua MPR: PPHN Tidak Akan Kurangi Otoritas Presiden
“Sehingga ketentuan tentang presiden tetap sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang selama ini kita jalankan,” ucapnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo menegaskan hadirnya Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) tidak akan mengurangi ruang, kewenangan dan kreativitas pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan.
Karena substansi PPHN hanya mengatur hal-hal yang bersifat filosofis dan turunan pertama dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Dengan demikian hadirnya pokok-pokok haluan negara sama sekali tidak akan mengurangi ruang kewenangan pemerintah atau presiden untuk menyusun cetak biru (blue print) pembangunan,” ujar Politikus Golkar ini dalam Webinar Series MPR RI bersama Tribun Network Kompas Gramedia, 'PPHN Memperkuat Konsensus Sistem Presidensil' secara virtual di Jakarta, Selasa (16/11/21).
Bamsoet, demikian dia disapa, menegaskan PPHN tidak dimaksudkan untuk memperlemah konsesus dalam penguatan sistem presidensil.
“Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 ayat 5, tidak akan tergerus sama sekali dengan hadirnya PPHN,” jelas Bamsoet.
Baca juga: Ketua MPR Bamsoet Urai 12 Alasan Perlunya PPHN Pengganti GBHN, MPR Bukan Lembaga Tertinggi Negara
Lebih jauh ia mengatakan kehadiran PPHN akan tetap disesuaikan dengan ciri khas sistem presidensil pada umumnya, yakni antara lain, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Kemudian presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan yang tetap.
Presiden dan wakil presiden juga tidak dapat dijatuhkan hanya karena alasan politik dan tidak bertanggung jawab kepada legislatif.
Selain itu presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri dan pejabat setingkatnya.
Selanjutnya, impeachment (pemakzulan) tetap berlaku sesuai dengan apa yang ada sekarang, proses awalnya terjadi di DPR dan bukan MPR.
Terakhir, presiden dapat diberhentikan mana kala melakukan pengkhianatan terhadap negara, melakukan perbuatan tercela seperti korupsi dan lain-lain, berhalangan tetap dan seterusnya.
“Sehingga ketentuan tentang presiden tetap sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang selama ini kita jalankan,” ucapnya.
Baca juga: Jangan Fobia GBHN Buatan Orde Baru, Jimly dan Bamsoet Senada: PPHN Memperkuat Sistem Presidensil
Bahkan menurut dia, kehadiran PPHN justru memberikan payung hukum bagi presiden, selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dalam menyusun pembangunan yang lebih teknokratis.
“Rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan dan tidak terbatas oleh periodesasi pemerintah yang bersifat elektoral,” jelasnya.

Baca juga: Menteri PPN Suharso Monoarfa Ungkap 3 Mekanisme yang Dapat Digunakan Hidupkan Kembali PPHN
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, PPHN akan menjadi landasan setiap rencana strategis pemerintah.
Seperti pemindahan ibu kota negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur, pembangunan infrastruktur tol laut dan pembangunan konektivitas antar wilayah, serta berbagai rencana pembangunan strategis lainnya.
"Kehadiran PPHN dapat membantu pemerintah mewujudkan keselarasan dan sinergi pembangunan antara pusat dan daerah. Koordinasi antara pusat dengan daerah yang seringkali tidak selaras atau bahkan bertabrakan dan bertolak belakang, bisa diminimalisir,” imbuh Ketum Ikatan Motor Indonesia (IMI) tersebut.
Keberadaan PPHN juga dapat menghindarkan potensi pemborosan atau inefisiensi pengelolaan anggaran negara yang disebabkan adanya perbedaan orientasi dan prioritas pembangunan pada setiap pergantian pemerintahan.
Baca juga: Bamsoet: PPHN Penting Untuk Mewujudkan NKRI yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur
Baca juga: Menteri PPN Suharso Monoarfa Pastikan PPHN Tak Batasi Kreativitas Capres
Bamsoet: Akan Indah pada Saatnya
Ketua MPR RI meyakini rencana amandemen UUD 1945 akan menemukan jalan terang.
Bagi Bamsoet, beda pandangan pimpinan MPR bukan persoalan yang tidak bisa diselesaikan.
"Saya meyakini walaupun saat ini masih ada perbedaan pandangan karena banyak pihak menggoreng rencana PPHN ini menjadi tiga periode, perpanjangan dan seterusnya," katanya dalam webinar series yang digelar Tribun Network, Selasa (16/11/2021).
Bamsoet menegaskan keyakinan itu karena tujuan amandemen pada dasarnya baik untuk kesejahteraan rakyat dan mendukung pembangunan nasional.
"Saya yakin dan percaya ada akan indah pada saatnya. Itu saja kalimat saya hehehe," ujar dia.
Baca juga: Jangan Fobia GBHN Buatan Orde Baru, Jimly dan Bamsoet Senada: PPHN Memperkuat Sistem Presidensil
Pada kesempatan yang sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie mengatakan apapun bentuk hukumnya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2025-2045 harus sudah ada di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, inisiatif penyusunan rancangan naskahnya sudah tepat dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Naskah rencana jangka panjang yang dimaksud harus sudah ada. Bukan oleh lembaga politik di DPR atau MPR," kata Jimly di kesempatan yang sama.
Ia menilai sekarang saatnya untuk menangkap sinyal perubahan global yang sangat cepat, disruptif, dan mendasar untuk merancang masa depan kemajuan peradaban bangsa Indonesia.
"Semua komponen bangsa hendaklah dilibatkan aktif dalam merancang agenda masa depan ini. Bila perlu pemerintah membentuk suatu gugus tugas yang khusus untuk melakukan komunikasi publik yang intensif dan substantif mengenai rancangan agenda menuju masa depan Indonesia emas," urainya.(*)