Eks Wali Kota Cimahi Ungkap Kode 'Bengkel' dan 'Kunci Pagar' dalam Kasus Suap Penyidik KPK Robin
Kode tersebut dibeberkan Ajay dalam sidang lanjutan atas terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKP Stepanus Robin Pattuju dalam kasus suap yang menjeratnya ternyata kerap menggunakan kode 'bengkel 'dan 'kunci pagar' ketika menerima uang untuk menangani perkara eks Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna.
Kode tersebut dibeberkan Ajay dalam sidang lanjutan atas terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Hal itu bermula kala jaksa penuntut umum dari KPK (JPU KPK) sedang menggali soal pemberian sejumlah uang kepada Robin.
"Ada gak permintaan saudara menyerahkan uang Rp 20 juta kepada terdakwa Robin ini?" tanya jaksa dalam persidangan, Senin (25/10/2021).
"Iya pak, karena beliau kan minta terus. Ya ini minta duit, minta uang, apa namanya lupa saya pak. Tapi sambil memperlihatkan berkas juga di sana, suka bawa ransel dilihatin berkas-berkas," jawab Ajay.
Baca juga: Di Persidangan, Eks Wali Kota Cimahi Merasa Ditakut-takuti Penyidik KPK Robin Pattuju
Setelah mendengar keterangan Ajay, jaksa langsung menanyakan terkait keterangan maksud dari kode 'bengkel' yang digunakan keduanya sebagaimana dalam berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 25.
Pada kesaksiannya, Ajay mengatakan, kode 'bengkel' itu ternyata perintah sebagai lokasi menaruh uang.
"Jadi ada perintah suruh taruh di bengkel, di bengkel itu apa istilahnya?" tanya jaksa.
"Engga tau, itu Robin pak di kamar maksudnya. Oh ini saya iya aja, karena takut pak," kata Ajay.
"Ini pagi 15 Oktober jam 7 pagi, ini kalau di BAP saksi. istilah bengkel itu adalah Hotel Treehouse Suits (hotel di Jakarta), benar?" tanya lagi jaksa.
"Iya pak benar kata pak Robin begitu," timpal Ajay.
Selain kode bengkel yang disebutkan Ajay sebagai lokasi menaruh uang Rp 20 juta, Ajay juga menjelaskan soal kode 'kunci pagar' yang juga digunakan ke duanya.
Adapun untuk kode itu kata Ajay, dimaksud untuk mengunci pintu kamar hotel tempat menaruh uang pesanan Robin.
"Ya itu (kunci pagar) juga dari pak Robin pak," terang Ajay.
"Itu apa artinya?" tanya JPU.
"Kunci kamar pak, siap pak," singkat Ajay.
Mendengar keterangan dua istilah tersebut, jaksa kembali menanyakan Ajay terkait kekurangan bayaran yang diterima Robin sebesar Rp12,610 juta dari fee awal yang dijajikan.
"Kemudian, di tanggal 24 Oktober itu saksi tadi menyerahkan Rp20 juta, apakah 20 juta itu sebagai bentuk kekurangan yang Rp12.610 juta yang disampaikan terdakwa?" cecer jaksa.
"Saya tidak tahu pak, tapi kan waku itu mintanya Rp50 juta apa Rp75 juta gitu saya lupa. Ya saya kasih aja Rp20 juta pak biar cepet. Karena kan bicaranya suka ancem-ancem. Saya kan jadi takut pak," timpal mantan orang nomor satu di Cimahi itu.
Setelah memberikan uang Rp20 juta kepada Robin, Ajay mengaku dirinya tidak pernah berhubungan lagi dengan Robin.
Kendati begitu, dirinya masih kerap menerima ancaman dari mantan penyidik lembaga antirasuah itu.
"Tidak ada pak, karena setiap telfonnya tidak pernah saya angkat lagi pak. Sering beberapa kali nelpon tidak saya angkat juga," ujarnya.
Sementara dalam dakwaan, Ajay disebut meminta agar namanya tidak menjadi target penyidikan kasus perkara bantuan sosial (bansos) di daerahnya.
Dimana Ajay telah menyerahkan uang total Rp507 juta kepada Maskur Husain yang merupakan advokat serta Robin yang uangnya dibagi dua.
Di imana Robin mendapatkan Rp 82 juta, sedangkan Maskur Rp450 juta.
Sebelumnya, Mantan Wali Kota Cimahi Ajay M. Priatna, mengaku merasa dirinya ditakut-takuti oleh eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju saat bertemu di sebuah hotel di bilangan Jakarta.
Hal itu diungkapkan Ajay kala dirinya bersaksi di sidang lanjutan yang dihadirkan secara daring atas terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur yang merupakan advokat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Mulanya, jaksa penuntut umum pada KPK (JPU KPK) menanyakan terkait pertemuan Ajay dengan Robin.
"Saya ketemu Robin itu dua kali satu di Jakarta satu di Panyawangan," kata Ajay dalam persidangan, Senin (25/10/2021).
Jaksa langsung menanyakan terkait dengan adanya persetujuan uang terhadap ke duanya.
Kata jaksa, berdasar pada berita acara pemeriksaan (BAP) Ajay nomor 6 point 2, di rumah makan panyawangan itu ada negosiasi terkait permintaan uang antara ke duanya, di mana Robin meminta uang sebesar Rp 5 Miliar.
Namun, kata Jaksa dalam BAP tersebut Ajay mengatakan menolak dan hanya menyetujui Rp500 juta.
Mendengar hal tersebut, Ajay membantah dan menyatakan kejadian sebenarnya saat dia bersama Robin di sebuah hotel.
"Sebetulnya pak yang terjadi itu saya baru ingat, ketika masuk kamar, basa-basi sebentar saya lupa basa basinya apa, terus beliau (Robin) langsung nanya, dibawa gak uangnya? uang apa saya bilang gitu, kan saya ga ngerti, terus beliau nelpon seseorang entah siapa yang ditelpon tapi karena satu kamar saya denger, beliau gak keluar kamar nelponnya, 'bang bang kok ini orang ga ngerti apa-apa' nah dari situ pak sebenernya ada 5M 3M 1M pak, saya tidak menjawab saya diem saja, karena bingung pak," jelas Ajay.
Lebih lanjut, Ajay yang juga merupakan terpidana kasus korupsi dan saat ini mendekam di penjara dengan vonis dua tahun itu, tidak mengerti maksud dari Robin menyebutkan angka tersebut.
Ajay mengatakan dalam sidang, kalau dirinya hanya diam dan tak mengambil sikap saat itu.
Namun kata dia, Robin yang notabenenya saat itu merupakan penyidik KPK, menceritakan kalau pada saat itu sedang banyak perkara yang diurusnya.
"Saya diem aja pak, 1M juga saya diem, gitu kan. akhirnya beliau cerita tentang kasus segala macem lah pak," kata Ajay kepada jaksa.
"Kasus segala macem tuh apa, terangkan?," tanya jaksa.
"Ya ada di Sulawesi, di Sumatera terus bansos di mana ini juga lagi Lidik di Bandung tentang bansos covid dsb intinya gitu pak," jawab Ajay.
Lebih lanjut, saat itu dirinya mengungkapkan merasa takut karena Robin mengatakan hal demikian.
Terlebih, salah satu wilayah yang diselidiki oleh Robin yakni Bandung Raya yang di mana Cimahi atau tempat dirinya memimpin masuk dalam wilayah tersebut.
"Ya secara langsung kan menakut-nakuti saya pak, dan saya takut sekali saat itu," ucapnya.
"Kemudian dia ngomong juga ga apakah nanti di Cimahi juga akan dilidik nih bansosnya begitu?," tanya Jaksa.
"Kurang lebih begitu lah pak karena saya juga udah gabegitu fokus dengernya, karena takut aja," jawab Ajay.
Atas hal itu kata Ajay dirinya memberikan uang kepada Robin Pattuju senilai Rp 96 juta.
Ssbab kata dia, Robin selalu menanyakan kedatangan Ajay apakah membawa uang atau tidak.
"Iya (saya kasih) kan beliau (Robin) abis cerita tentang penangkapan tentang Lidik dan sebagainya ya, dia nanya lagi uangnya dibawa gak?," ucap Ajay.
"Pertanyaan saya berapa uang nya saat itu?," tanya jaksa.
"Ya Rp 96 juta sih sebenernya tepatnya tapi dianggap 100 gitu pak," jawab mantan orang nomor satu di Cimahi itu.
"Di BAP saksi nomor 6 point 6 itu Rp100 juta?," tanya lagi jaksa.
"Ya, tapi Rp96 juta sih tepatnya sebenarnya itu," kata Ajay mengakhiri.
Diketahui, Dalam perkara ini, AKP Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain didakwa menerima dari Muhamad Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta, dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000. Sehingga total suap mencapai Rp11,5 miliar.
Syahrial adalah eks Wali Kota Tanjungbalai; Azis Syamsuddin adalah mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Ajay Muhammad Priatna adalah eks Wali Kota Cimahi, Usman Effendi adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya Sukabumi Jawa Barat, dan Rita Widyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.