Mendagri Soroti Asesmen Aparat Bawaslu dan KPU untuk Proses Penegakan Hukum Pemilu
Tito Karnavian menyoroti assessment aparat Bawaslu dan KPU pada proses penegakan hukum pemilu saat mereview Pemilihan Buku Kajian Evaluatif Penanganan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti assessment aparat Bawaslu dan KPU pada proses penegakan hukum pemilu saat mereview Pemilihan Buku Kajian Evaluatif Penanganan Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 yang digelar Bawaslu RI, Kamis (26/8/2021).
Mendagri menegaskan efektivitas penegakan pelanggaran itu tergantung sekali pada aparat hukumnya.
“Bawaslu sama dengan KPU, merupakan lembaga yang sangat luas sekali. Memiliki jejaring di 34 provinsi dan 514 Kabupaten/Kota. Itu sudah menjadi lembaga permanen. Di tingkat kecamatan bahkan memiliki panitia pengawas kecamatan,” kata Tito, Kamis (26/8/2021).
Eks Kapolri menyoroti masalah yang dimungkinkan muncul dari masing-masing pengawas pemilu tersebut.
Karena tak bisa dipungkiri ada banyak kepentingan dan perbedaan, sehingga bisa menjadi masalah di lapangan.
Baca juga: Mendagri Minta Bawaslu Buat Sistem Pengawasan Pilkada Terpadu Antara Manual dan Penggunaan Teknologi
“Saya pernah menjadi Kapolda di Papua selama 2 tahun, Kapolda Metro jaya 1 tahun, itu mengalami. Pada waktu pemilihan ketua Bawaslu di tingkat Kabupaten saja itu sudah ramai hiruk pikuk pertarungan antar kandidat untuk menarung ‘orangnya’, sama seperti pemilu sendiri,” kata Tito.
“KPU juga, naruh ‘orang’ sendiri untuk memenangkan mereka. Dan banyak transaksional. Apalagi di tingkat kecamatan, yang jumlah kecamatannya ada 5000 lebih se-Indonesia,” lanjutnya.
Ia mengkhawatirkan resiko terjadinya penyimpangan maupun korupsi, jika kewenangan ada pada individu yang tidak tepat.
Sehingga menurutnya kewenangan akan sangat rawan diberikan elemen negara yang tidak siap untuk menggunakan kewenangan itu, atau akan terjadi penyalahgunaan kewenangan.
“Perlu adanya kajian untuk memperkuat apparat Bawaslu agar betul-betul kredibel,” lanjutnya.
Ia melihat Bawaslu maupun KPU perlu melakukan pola rekruitmen yang dibuat lebih transparan dengan persyaratan yang jelas dan ketat.
Karena ini semua menyangkut nasib orang banyak, khususnya bangsa Indonesia sendiri untuk memilih pemimpin, baik kepala negara, kepala daerah, maupun perwakilan rakyat.
Selain itu, Bawaslu perlu melakukan bimbingan teknis secara terus menerus, sehingga aparat pengawas Pemilu benar-benar memahami tugasnya.
Terakhir, membuat peraturan kode etik terkait kepatuhan terhadap etik.
“Bawaslu menjadi profesi. Salah satu syarat, bedanya profesi dengan keahlian adalah, didasarkan pada disiplin ilmu, memiliki pengabdian pada masyarakat, dan memiliki kode etik,” ujarnya.
“Kita ingin Bawaslu menjadi profesi, maka kode etik ini dikuatkan. Maka perlu dibuat juga dalam internal Bawaslu Lembaga pengawas internal yang menegakkan kode etik itu,” ujarnya.