Jumat, 3 Oktober 2025

Yakaafi Kembangkan Wakaf Produktif untuk Bantu Kemandirian Pesantren

Namun, pengertian wakaf produktif tampaknya masih belum begitu populer di Indonesia, negeri dengan populasi muslim terbesar dunia.

Penulis: Husein Sanusi
Muhammad Husain Sanusi/Tribunnews.com
Santri dan Santriwati di Pesantren Darul Falah, Cimenteng, Subang, Jawa Barat. Pesantren ini salah satu obyek penerapan wakaf produktif Yakaafi. 

Ponpes Darul Inayah punya potensi pada penjualan aneka jenis bunga yang dibutuhkan untuk pernikahan. Ponpes Al-Wusto, menerima manfaat berupa mesin giling padi.

Awalnya Ponpes tersebut mengajukan bisnis cuci motor, tetapi karena dipandang kurang menguntungkan, maka diputuskan diganti dengan bisnis jasa penggilingan padi.

"Karena di pelosok, saya nilai investasi tersebut tidak seimbang. Kemudian mereka (Ponpes Al-Wusto) mengajukan lagi mesin giling padi. Nah ini potensinya besar, karena banyak yang menggiling padi saat panen, dan akhirnya kita sepakat. Alhamdulillah jalan," tutur dia.

Sedangkan Ponpes Tahfiz di Purwarkarta menerima manfaat berupa pembudidayaan jamur tiram. Seluruh pesantren yang dibantu akan dibimbing untuk mengetahui cara pembukuan pesantren yang tepat sehingga dana pesantren pun bisa terkontrol.

"Jadi kita betul-betul ingin mendidik teman-teman di pesantren dengan keahlian usaha yang kita miliki," ungkapnya.

Tak hanya Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Falah yang menikmati hasil wakaf produktif di tengah pandemi korona, Pesantren Al-Wusto di Panembong Subang juga merasakan hal sama.

Awalnya pesantren ini menerima pemasukan dari bisnis jasa penggilingan padi, kini malah merambah ke penjualan beras di tengah pandemi Covid-19.

Agus menceritakan, jika warga kampung menghadiri hajatan, mereka terbiasa memberikan beras. Artinya, orang yang punya hajat mendapat banyak beras dan tentu tidak seluruhnya dikonsumsi.

Pengurus pesantren pun membeli beras itu, menggunakan dana hasil bisnis jasa giling padi. Kemudian dijual kembali dengan mengambil marjin keuntungan kepada kalangan yang ingin membagikan sembako.

"Jadi saat pandemi sekarang, otomatis (pesantren) itu hidup. Bisa dibayangkan kalau misalnya terjadi pandemi sementara pemasukan itu belum ada, otomatis akan terasa sekali kesulitannya," ucapnya.

Karena itu, selain pemasukan dari penjualan beras, Pesantren Al-Wusto tetap tegak di atas kemandirian ekonominya melalui usaha jasa penggilingan padi. Ada padi yang berasal dari petani langsung, padi hasil dari sawah pesantren, atau padi hasil beli dari petani lain.

"Sekarang ini banyak yang beli (beras) untuk berdonasi atau untuk lainnya. Ini beberapa manfaat yang mungkin bagi kita atau pengusaha yang mapan tidak seberapa tetapi bagi mereka itu sangat berarti sekali. Karena membantu ekonomi dan operasional pesantren, yang bersumber dari dana wakaf tadi," ujarnya.

Agus adalah alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor 1992, yang saat ini bergerak di bidang bisnis otomotif. Punya bengkel mobil dan toko ban di Subang, dengan total lima cabang.

Dia berprinsip untuk selalu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemaslahatan umat. Ia menyadari, masih banyak pesantren yang kesulitan menghidupi dirinya.

Memang pemasukan pesantren itu di antaranya bersumber dari iuran santri. Tetapi iuran itu sendiri tidak seberapa jika dibandingkan dengan kebutuhan operasional pesantren.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved