Minggu, 5 Oktober 2025

OTT Menteri KKP

Sidang Suap Ekspor Benur, Saksi Ungkap Penarikan Uang di Rekening PT ACK untuk Beli Jam Rp549 Juta

Miftakh mengatakan bahwa ada transaksi yang terjadi dari kas di PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Adapun uang di sana sekitar Rp65 milliar yang bersumber

Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
Rizki Sandi Saputra
Sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19 atas terdakwa eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Rabu (9/6/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus suap ekspor benur yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dkk kembali berlanjut.

Dalam persidangan kali ini, Miftakh A. Rahman hadir sebagai saksi fakta. Miftah merupakan auditor forensik yang bekerja di KPK.

Dalam kesaksiannya, Miftakh mengatakan bahwa ada transaksi yang terjadi dari kas di PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Adapun uang di sana sekitar Rp65 milliar yang bersumber dari para eksportir benur.

"Terdapat transaksi pembelian jam (seharga) Rp549 juta," kata Miftakh di persidangan, Rabu (9/6/2021).

Pembelian jam tersebut dilakukan oleh istri salah satu terdakwa kasus Siswadhi Pranoto, Neti Herawati. Siswadhi sendiri merupakan salah satu pengurus dari PT ACK.

Hakim Albertus sempat bertanya kepada Miftakh soal berapa kali transaksi tersebut dilakukan, dan Miftakh menjawab hanya satu kali.

Lalu, Hakim menrgaskan bahwa keterangan Miftakh berbeda.

"Di keterangan saudara, ada dua, Rp200 juta dan Rp349 juta. Memang kalau dijumlah 549 juta. Saya ingatkan ya, berkenaan dengan pembelian jam iti saudara menyebut Rp549 juta, namun di keterangan saudara itu terbagi dua. Coba dilihat baik data-datanya biar clear and clean," kata Hakim Albertus.

Kemudian, Miftakh pun membuka dokumen yang dibawanya dan mengoreksi pernyataan yang sebelumnya.

Baca juga: Begini Cara Sespri Edhy Prabowo Sembunyikan Transaksi Uang Dugaan Hasil Korupsi Ekspor Benur

"Berdasarkan data transaksi ini, ada dua kali. Masing-masing pertama Rp200 juta kedua Rp349 juta," tambahnya.

Setelah itu, Miftakh menyebutlan bahwa mekanisme pembelian jam ini dilakukan dengan cara tarik tunai dari kas PT. ACK

"Ini maksudnya adalah pembelian jam ini dilakukan dengan cara tarik tunai dari kas ACK. Jadi rekening ACK dilakukan penarikan tunai, di antaranya jadi kecil ini. Nah ini diambil 200 juta dan 349 juta oleh Neti Herawati selaku istri terdakwa dari Siswadhi Pranoto Loe," pungkasnya.

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.

Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.

Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.

Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.

Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.

Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.

Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved