Kisah Unik
Dari Pencopotan KSAL Laksamana Sucipto hingga Kasum TNI Letjen Suaidi
Gus Dikenal suka memecat pejabat militer dan sipil. Korban dari militer antara lain dua orang,Suaidi Marassabesy dan Ahmad Sucipto
TRIBUNNEWS.COM - KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika menjabat Presiden RI dikenal suka melengserkan pejabat, baik sipil maupun militer. Satu di antaranya Letjen TNI Suaidi Marassabesy, saat menjabat Kepala Staf Umum (Kasum) TNI.
Sebelum berkantor di Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta, Suaidi menjabat sebagai Pangdam Wirabuana. Ketika bertugas di Kodam Wirabuana, Suaidi berperan dalam mendukung reformasi yang digulirkan para mahasiswa.
Pada Desember 1999 Suaidi ditarik ke Jakarta untuk menjabat sebagai Kasum TNI, sedangkan Panglima TNI pada saat itu dijabat Laksamana TNI Widodo AS. Hanya sebulan setelah menjabat sebagai Kasum TNI, Suaidi didatangi seorang wartawan senior.
Sang wartawan mengatakan agar Suaidi berhati-hari karena Presiden Abdurrahman Wahid sedang mencari alasan untuk memecat perwira tinggi itu. Alasannya, Suaidi dituduh sebagai pemasok senjata ke Maluku yang pada saat itu tengah dilanda konflik horizontal terkait SARA.
Sebagai putra kelahiran Maluku, Suaidi, termasuk di antara sejumlah orang yang pernah dikirim ke wilayah konflik untuk mencari jalan perdamaian dan mengakhiri kerusuhan. Pada bulan berikutnya Suaidi berada di Singapura menghadiri sebuah konferensi soal keamanan regional.
Di negara itu ia diwawancarai mengenai mutasi di tubuh TNI. “Ah itu soal rutin, penyegaran personalia,” kata Suaidi, seperti tertulis dalam buku ‘Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian kesaksian’, karya Salim Said, Penerbit PT Mizan Pustakan, 2013.
Pembicaraan kemudian merembet soal campur tangan Gus Dur sampai ke level pengangkatan Komandan Kodim. Saat itu Suaidi berpendapat, Presiden sebaiknya tidak perlu terlalu mencampuri urusan internal tentara.
Menurut Suaidi, manakala mutasi tentara sudah dicampuri kepentingan politik, bakal tidak sehat.
Wawancara itu kemudian tersebar luas melalui media-media Indonesia. Gus Dur marah dan tak lama kemudian Suaidi terlempar.
Keputusan pelengseran disampaikan Panglima TNI Laksama Widodo. Dalam kesempatan itu Suaidi bertanya apa alasan pergantian dirinya itu. Widodo AS mengatakan tidak tahu.
“Waktu itu saya orang ketiga dalam TNI. Harusnya Panglima melindungi atau paling sedikit tanya kepada Presiden alasan pemecatan itu,” kata Suadi kepada Salim Said.
Melihat Suaidi marah, Widodo AS berjanji mencarikan posisi buat anak buahnya itu. “Tidak usah,” kata Suadi. Akibatnya, Kasum TNI merupakan jabatan terakhirnya. Saat itu ia masih tentara aktif untuk beberapa tahun kemudian.
Gus Dur sempat mengirimkan sejumlah utusan untuk menemui Suaidi. Para utusan itu menyampaikan pesan agar Suaidi datang menemui Gus Dur di Istana. Namun Suaidi Marasabessy menolak permintaan tersebut.
Baca juga: Prajurit Kopassus Sintong Panjaitan Dikepung Warga Lembah X Pegunungan Jaya Wijaya Papua
Bertemu dengan Soeharto
Begitu pula cerita unik mengenai pergantian Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ahmad Sucipto. Perwira tinggi bintang empat itu baru tahu mengenai alasan pergantian dirinya ketika pamitan kepada Megawati Soekarnoputri, yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
“Apa Pak Cipto tahu mengapa diberhentikan secara mendadak oleh Gus Dur,” tanya Megawati. Tentu saja Sucipto mengaku tidak tahu.
Megawati mengaku punya informasi mengenai alasan pergantian itu langsung dari Gus Dur. “Kata Gus Dur, Pak Cipto 11 kali bertemu dan terlibat rapat gelap dengan Pak Harto,” kata Megawati.
Kontan Sucipto terkejut sebab selama hidupnya ia cuma sekali bertemu dengan Soeharto, mantan presiden ke-2 RI. Itupun jauh hari sebelum reformasi, pada suatu upacara militer yang berlangsung di Pangkalan Angkatan Laut Tanjung Priok.
Ketika bertemu Presiden Soeharto itu Sucipto masih menjabat sebagai Panglima Armada Barat. Laksamana Sucipto memang berkali-kali berjumpa dengan Soeharto, tapi bukan mantan presiden.
Soeharto yang ia temui adalah Komandan Marininir dan teman seangkatannya di Akademi Angkatan Laut (AAl) Surabaya.
*Dikutip dari buku ‘Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian’, karya Salim Said, Penerbit PT Mizan Pustaka, 2013
Baca juga: Ani Yudhyono Berteriak Histeris dan Nyaris Pingsan di Kamar Mayat