Senin, 6 Oktober 2025

Seleksi Kepegawaian di KPK

Rekomendasi Komnas Perempuan Belum Ditindaklanjuti KPK Meski Kekerasan Gender Terindikasi di TWK

Staf Humas KPK Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK cari tahu progres laporan mereka di Komnas Perempuan.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita Irawan
Staf Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK mendatangi kantor Komnas Perempuan di Jakarta Pusat pada Senin (31/5/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK mendatangi kantor Komnas Perempuan di Jakarta Pusat pada Senin (31/5/2021).

Kedatangan Tata dan temannya siang itu bertujuan untuk mencari tahu sejauh mana laporan mereka bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (KOMPAKS) beberapa waktu lalu terkait dugaan perendahan harkat dan martabat perempuan dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) telah diproses.

Baca juga: TNI-Polri Jaga Ketat Gedung Merah Putih KPK Jelang Pelantikan Pegawai Jadi ASN

Kedatangan Tata dan teman-temannya diterima oleh Komisioner Komnas Perempuan Theresia Sri Endras Iswarini, Veryanto Sitohang, serta beberapa staf lain.

Usai pertemuan tesebut, Tata mengatakan mereka mengapresiasi pernyataan pers berjudul Urgensi Perspektif Hak Asasi Perempuan dalam Pengujian Calon Aparatur Sipil Negara yang diunggah di laman resmi Komnas Perempuan, komnasperempuan.go.id, pada 12 Mei 2021.

Di dalam pernyataan pers tersebut, Komnas Perempuan di antaranya mengapresiasi keberanian peserta uji untuk melaporkan pengalamannya akibat memperoleh pertanyaan yang dirasakan melecehkan, mengintimidasi dan bahkan memicu trauma. 

Pertanyaan yang dimaksud adalah terkait status perkawinannya, alasan perceraian, pilihan cara berpakaian, gaya hidup, kehidupan seksual dan hal-hal bersifat pribadi lainnya. 

Pertanyaan tersebut dilontarkan dengan sikap yang intimidatif dan tidak peka pada dampak yang dirasakan korban (peserta uji). 

Baca juga: Ini Daftar Lengkap 75 Pegawai KPK Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan

Ada pula yang melaporkan pelecehan dalam bentuk komentar dari penguji berupa ajakan untuk menikahi sebagai istri kedua.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mengidentifikasi adanya indikasi pertanyaan-pertanyaan tersebut melanggar hak kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan berekpresi/berpendapat, hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan seksual.

Komnas Perempuan juga memahami adanya kekhawatiran pada stigma sebagai pihak yang radikal atau yang tidak setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah setelah dinyatakan sebagai pihak yang tidak lolos TWK. 

Selain itu juga, pada dampak lanjutan dari stigma itu terhadap kehidupan diri dan keluarganya, termasuk potensi risiko khas gender yang akan dihadapi perempuan.

Untuk itu, Komnas Perempuan menyampaikan rekomendasi kepada KPK, BKN, dan masyarakat.

Baca juga: 700 Pegawai Lolos TWK Kompak Tak Hadiri Pelantikan jadi ASN, Bagaimana Kerja KPK Setelahnya?

Komnas Perempuan merekomendasikan KPK mengembangkan dan mengimplementasikan mekanisme pengaduan dan penanganan keluhan terkait dengan proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN secara transparan dan akuntabel, dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan khas perempuan atas tindak diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.

KPK juga direkomendasikan untuk menginformasikan hasil TWK di lingkungan KPK secara jelas dan menggunakan hasil TWK tersebut sebagai dasar rencana pembinaan terhadap pegawai KPK dan bukan untuk pemutusan hubungan kerja.

Termasuk KPK direkomendasikan mendukung upaya pemulihan bagi karyawan KPK, baik yang lolos  maupun tidak, yang mengalami kekerasan maupun berulangnya trauma akibat proses wawancara TWK.

Untuk BKN, Komnas Perempuan merekomendasikan BKN menguatkan rumuskan materi, indikator penilaian dan proses TWK  untuk masyarakat sipil yang bersesuaian dengan prinsip-prinsip HAM dan hak asasi perempuan sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945.

BKN juga direkomendasikan mengembangkan pedoman pewawancara di antaranya meliputi batasan-batasan pertanyaan yang dibenarkan maupun sikap pewawancara dan meningkatkan kapasitas pewawancara dengan perspektif gender dan korban, termasuk ketrampilan mitigasi risiko trauma ataupun pelukaan psikologis lainnya akibat pertanyaan yang diajukan.

Selain itu BKN juga direkomendasikan untuk mengembangkan langkah-langkah afirmasi untuk mendukung kepemimpinan perempuan dalam promosi jabatan hingga ke jabatan tinggi di lingkungan Kementerian/Lembaga

Kemudian, BKN juga direkomendasika untuk berkoordinasi dengan KPK dalam mengembangkan mekanisme penanganan keluhan terkait TWK yang dimaksud guna menguatkan akuntabilitas pengujian. 

Baca juga: AKP Stepanus Robin Berpeluang Kembali Aktif di Polri Usai Dipecat KPK Terkait Kasus Suap

Komnas Perempuan, juga merekomendasikan media dan masyarakat agar menghindari stigmatisasi sebagai intoleran, radikal ataupun diragukan nasionalismenya terhadap mereka yang tidak lolos TWK.

Meski Komnas Perempuan telah menyatakan demikian, sampai saat ini Tata dan teman-temannya melihat rekomendasi tersebut belum dijalankan.

Padahal, kata Tata, Komnas Perempuan telah menyampaikan rekomendasi dan laporan tersebut secara resmi ke KPK dan BKN.

"Cuma, kami sejauh ini melihat rekomendasi dari rilis Komnas Perempuan itu belum ada yang ditindak lanjuti terutama dari pihak KPK. Kami sebagai pegawai bertanya-tanya, sudah ada rekomendasi tapi belum ditindak lanjuti bahkan oleh KPK sendiri," kata Tata di kantor Komnas Perempuan Jakarta pada Senin (31/5/3021).

Staf Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK mendatangi kantor Komnas Perempuan di Jakarta Pusat pada Senin (31/5/2021).
Staf Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK mendatangi kantor Komnas Perempuan di Jakarta Pusat pada Senin (31/5/2021). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Tata mengatakan ia dan teman-temannya juga telah menyampaikan persoalan tersebut ke sejumlah pihak di antaranya Komnas HAM dan Ombudsman RI.

"Hal yang menarik disampaikan dalam pertemuan, Komnas Perempuan karena dengan keterbatasan kewenangannya akan melakukan join pemantauan dengan Komnas HAM dengan fokus isunya adalah perempuan," kata Tata.

Ia berharap apa yang menimpanya dan teman-teman lainnya tidak terulang dalam proses rekrutmen ASN baik di KPK maupun lembaga lainnya.

"Kami harap ini tidak hanya tentang isu 75-nya tapi perbaikan sistem kedepannya. Bahwa rekrutmen ASN tidak boleh ada insiden-insiden yang gender bias, diskriminatif terhadap kelompok-kelompok tertentu dan sebagainya," kata Tata.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved