Demokrat Soal SBY Dijuluki Bapak Bansos: Bentuk Kekecewaan Hasto Karena Mega 2 Kali Kalah Lawan SBY
Partai Demokrat angkat bicara mengenai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dijuluki sebagai bapak bansos (bantuan sosial) Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat angkat bicara mengenai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dijuluki sebagai bapak bansos (bantuan sosial) Indonesia.
Sebelumnya, pernyataan itu dikatakan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, karena menyinggung perhelatan Pemilu 2009 lalu.
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyebut, pernyataan tersebut merupakan ungkapan kekecewaan Hasto.
Alasannya, pada Pilpres 2004 dan 2009, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kalah dari SBY yang merupakan kader Demokrat.
"Terkait dengan upaya mendiskreditkan Hasto terhadap Pak SBY yang dijuluki sebagai Bapak Bansos kami pandang sebagai ekspresi kekecewaan. Karena pada masa itu (Megawati) dua kali berturut-turut kalah dalam Pemilu berhadapan dengan Pak SBY," kata Kamhar kepada Tribunnews, Jumat (28/5/2021).
Baca juga: Sekjen PDIP Komentari Perseteruan Ganjar-Puan
Kamhar menjelaskan, semua pihak yang mengerti ekonomi dan kebijakan publik bisa memahami dan menerima bahwa kebijakan SBY pada masa itu sangat tepat dengan memberi program Bansos dan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Hal itu dilakukan SBY untuk menjaga daya beli masyarakat yang kala itu terjadi krisis ekonomi global pada 2008.
"Dan sebagai kompensasi atas kenaikan BBM sehingga perekonomian nasional tetap terjaga dan terus tumbuh," ujarnya.
Diketahui, Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam diskusi daring bertajuk 'Membaca Dinamika Partai dan Soliditas Koalisi Menuju 2024', yang digelar Para Syndicate, Jumat (28/5/2021), mengatakan ada pihak yang menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai bapak bansos (bantuan sosial) Indonesia.
Baca juga: Kisruh Ganjar-Puan, Sekjen PDIP Sebut Itu Dinamika Politik Biasa
Awalnya, Hasto menyinggung soal perjanjian batu tulis antara PDIP dan Gerindra pada tahun 2009.
Dikatakan Hasto, kebersamaan tersebut selesai lantaran koalisi PDIP dan Gerindra kalah oleh Partai Demokrat yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kalau prasasti batu tulis yang dimaksud dalam konteks politik, Prabowo Mega, ya Pemilu sudah selesai 2009, sehingga syarat jalankan pemerintahan bersama ketika menang pemilu terbukti saat itu kita kalah," kata Hasto.
Baca juga: Sekjen PDIP Harap Pilpres 2024 Tidak Digelar 2 Ronde
Baca juga: Sekjen PDIP Respons Gerindra Soal Koalisi di Pilpres 2024: Akan Menjadi Pertimbangan
Baca juga: Sekjen PDIP Respons Gerindra Soal Koalisi di Pilpres 2024: Akan Menjadi Pertimbangan
"Meskipun sekarang karena konflik internal Demokrat mulai ada suara yang gugat kemenangan pemilu 2004 2009 itu ternyata penuh dengan manipulasi," lanjutnya.
Kemudian, Hasto menyinggung manipulasi proses pemilihan umum saat itu.