Selesaikan Konflik Papua Secara Holistik dan Kolaboratif
Konflik yang terjadi di Papua harus diurai akar persoalannya, kemudian diambil langkah-langkah penyelesaikan secara kolaboratif dan holistik.
"Daerah yang IPM-nya masih rendah seperti Nduga, Puncak, Intan Jaya dan Puncak Jaya cenderung tingkat kekerasannya tinggi. Mimika juga tinggi, tapi ini pemicunya berbeda. Di sana ada tambang freeport," jelas Jaleswari.
Ia memaparkan, sejak era pemerintahan Jokowi, percepatan pembangunan Papua dilakukan dengan konsep botton up, yang memperhatikan masyarakat lokal Papua berbasis wilayah adat.
Hal ini pun tergambarkan dalam Impres Nomor 9/2020 terkait percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat.
"Kita mengenal Jokowi bukan sekedar komitmennya terhadap pembangunan Papua. Bagaimana beliau 13 kali kunker Papua dan melihat progres pembangunan. Tapi Jokowi menginginkan cita-cita visi Indonesia Sentris harus dipenuhi," jelas Jaleswari.
Ia menyebut tiga paradigma pendekatan yang dipakai, Pertama, adalah pendekatan antropologis, bagaimana rakyat papua harus dilibatkan dengan pendekatan budaya. Masyarakat Papua bukan objek tapi subjek.
Kedua, pendekatan kesejahteraan (ketimpangan terjadi perlu dibongkar dengan program langsung ke bawah. Seperti BBM satu harga, jalan ruas, termasuk pengambilalihan 51 persen Saham Freeport dan sebagainya.
Sedangkan yang ketiga, kata Jaleswari, adalah pendekatan evaluatif. Yakni pembangunan diawasi ketat agar dana tepat sasaran dan dirasakan masyarakat.