Sabtu, 4 Oktober 2025

Jelang HUT Ke-48, PDIP Bahas Penguatan Politik Identitas dan Biaya Tinggi Kualitas Demokrasi

PDI Perjuangan (PDIP) mengajak seluruh rakyat Indonesia merefleksikan kembali bagaimana sistem politik Indonesia di tengah menguatnya politik identita

Editor: Hasanudin Aco
Ist
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada Webinar Nasional yang dilaksanakan Balitpus PDIP bertema 'Evaluasi Demokrasi Indonesia Pasca Reformasi: Menguatnya Politik Identitas dan Politik Biaya Tinggi Yang Menurunkan Kualitas Demokrasi', Selasa (29/12/2020) malam 

"Bung Karno menegaskan cita-cita kebangsaan bagaimana Indonesia harus dibangun sebagai satu kesatuan jiwa kebangsaan. All for one, and One for All. Setiap warga negara adalah sama yang akarnya prinsip kebangsaan," kata Hasto.

"Semangat itulah yang harus kita gelorakan. Maka bicara soal evaluasi sistem politik dan demokrasi tidak boleh kehilangan roh, sistem politik yang kita bangun. Semua harus didasarkan oleh Pancasila. Rakyat harus menjadi prinsip utama dalam seluruh implementasi dalam sistem politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," pungkas Hasto.

Pakar Politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, mengingatkan isi pidato Bung Karno 1 Juni 1945 justru sangat kontekstual untuk situasi saat ini.

Salah satu poin utama yang dimaksudnya adalah ketika Bung Karno menegaskan "Nasionalisme yang harus hidup dalam taman sari internasionalisme".

Saat ini, ekonomi pasar menjadi gelombang besar yang mempengaruhi, dan bahkan menghabisi rakyat alias kaum Marhaen.

Maka demokrasi yang berbasis ideologi dan nasionalime menjadi penting dilaksanakan agar bisa mengantisipasi masalah yang muncul akibat ekonomi pasar.

Problem Indonesia saat ini adalah oligarki kekuasaan yang diwarisi sejak era Soeharto, ditambah penetrasi ekonomi pasar. Neoliberalisme tak hanya bekerja dalam ekonomi, namun sudah masuk ke politik kenegaraan.

Baginya, rakyat Indonesia harus memastikan demokrasi Indonesia menjadi ajang perwujudan ideologi dan nasionalime itu. Dan bukan sebaliknya, sebagai bagian dari arus besar akumulasi kapital seperti diinginkan oleh sistem pasar.

"Demokrasi yang kita butuhkan hanya bisa terjadi jika arena politik tak kehilangan relevansi sebagai arena berdimensi politik ideologi," kata Airlangga.

"Tak adanya politik ideologi menjadikan demokrasi tak bisa bekerja di tengah hantaman neolib dan ekonomi global. Maka sesuai kata Bung Karno, arena politik demokrasi tak boleh pasif menghadapi arus besar ekonomi warganya," tegas Airlangga. 

Pada titik ini pula, Airlangga meminta agar partai politik di Indonesia kembali ke jalan ideologis. Sehingga mampu menjadi saluran atau artikulasi politik representatif bagi rakyat Indonesia atau yang disebutnya sebagai Kaum Marhaen .

"Ada problem struktural yang dihadapi oleh partai politik di Indonesia. Perlu reideologisasi dan refocusing partai sehingga bisa menyelesaikan permasalahan tersebut," tandas Airlangga.

Direktur Institut Sarinah, Eva  Kusuma Sundari, mengatakan perlunya membenahi sistem politik nasional sehingga demokrasi bisa menyejahterakan rakyat.

Dia memberi contoh soal kesetaraan kesempatan berpoliitik bagi perempuan yang masih belum terwujud.

Baginya, jika kesetaraan jender diwujudkan, maka politik akan berubah wajah sekaligus arah ke pro kesejahteraan. Bukan sekedar politik yang prosedural semata.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved