Hari Guru Nasional 2020 Jatuh pada 25 November, Ini Link Download Logo dan Pedoman Upacara HGN ke-75
Hari Guru Nasional 2020 Jatuh pada 25 November, Lengkap dengan Link Download Logo dan Pedoman Upacara HGN ke-75 serta sejarah diperingatinya HGN
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah.
Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua yang menggunakan bahasa pengantarnya bahasa daerah ditambah bahasa Melayu.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Baca juga: Kemendikbud Sediakan Materi Pembelajaran Online untuk Guru Honorer yang Ikut Seleksi PPPK
Sejalan dengan keadaan itu maka di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan.
Ada pula organisasi lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Perjuangan guru tidak lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak "merdeka".
Pada tahun 1932, dengan penuh kesadaran, 32 organisasi guru yang berbeda-beda latar belakang, paham dan golongan sepakat bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Pengubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena penggunaan kata "Indonesia" yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.
Sebaliknya, kata "Indonesia" ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Perjuangan PGI bukan lagi sekadar nasib guru, melainkan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 23-25 November 1945 berlangsung Kongres Guru Indonesia di Surakarta.
Kongres berlangsung di Gedung Somaharsana (Pasar Pon), Van Deventer School, Sekolah Guru Puteri (sekarang SMP Negeri 3 Surakarta).
Melalui kongres Guru Indonesia, segala perbedaan antara organisasi guru yang didasarkan perbedaan tamatan di lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, aliran politik, agama, dan suku sepakat dihapuskan.
Para pendiri merupakan guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk.
Mereka meniadakan perbedaan latar belakang dan sebagainya demi bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.