Refly Harun Sebut Mendagri dan Presiden Tak Bisa Asal Copot Kepala Daerah yang Langgar Prokes Covid
Tanggapan Refly Harun terkait instruksi Mendagri yang ingatkan sanksi pencopotan kepala daerah jika melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Penulis:
Rica Agustina
Editor:
Pravitri Retno W
Dalam hal ini, hak interpelasi dan hak angket bukanlah sebuah rangkaian tata cara, keduanya merupakan hak-hak yang mempunyai tujuan berbeda.

"Bukan ditingkatkan, karena hak angket dan hak interpelasi itu tidak main dulu-duluan, tetapi mana dulu yang mau digunakan," terang ahli tata negara ini.
Apabila DPRD menggunakan hak angket, artinya ada pelanggaran hukum dan harus dilakukan penyelidikan.
Hasil penyelidikan itu kemudian disampaikan kepada penegak hukum untuk dilihat proses hukumnya.
"Kalau jawabannya iya (ada pelanggaran), maka akan disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai," kata Refly Harun.
Mahkamah Agung harus menjalankan due process of law, yakni proses hukum untuk mendengarkan para pihak yang berseberangan, bertikai, atau berbeda pendapat.
Ketika Mahkamah Agung membenarkan tuduhan DPRD, maka DPRD harus mengusulkan pencopotan kepala daerah kepada Presiden.
Namun, jika hal itu tak kunjung diuslkan DPRD, maka Mendagri bisa mengambil alihnya dan langsung menyampaikan pada Presiden.
Lebih lanjut, Refly Harun membantah kabar bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa diberhentikan terkait kerumunan pengikut Habib Rizieq Shihab.
Baca juga: Tanggapi Instruksi Mendagri, Wakil Gubernur DKI: Pokoknya Kami Akan Patuh Aturan
Baca juga: Mendagri Keluarkan Instruksi Prokes Covid-19, Kepala Daerah akan Dicopot jika Melanggar, Ini Poinnya
Menurut Refly Harun, instruksi Mendagri adalah lebih pada mengingatkan kepala daerah.
Adapun pencopotan kepala daerah dapat dilakukan ketika yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
"Untuk diberhentikan ini ada proses yang saya katakan tadi, tidak hanya melibatkan satu institusi misalnya Mendagri saja atau Presiden saja, tidak begitu," kata Refly Harun.
"Tapi harus menggambarkan dinamika demokrasi, check and balance di antara cabang-cabang kekuasaan negara atau pemerintahan," tambahnya.
Lebih jauh lagi, Refly Harun menyatakan dirinya tidak begitu setuju dengan instruksi Mendagri.
Sebab hal-hal itu ia nilai tidak menghargai otonomi daerah, sehingga bukan ranah pemerintah pusat untuk menentukan hal-hal di daerah, termasuk soal Pilkada atau pencopotan kepala daerah.
Menurutnya, undang-undang tidak boleh digunakan secara serampangan untuk menjatuhkan lawan politik.
Undang-undang adalah untuk mengatur kepemimpinan agar kepala daerah tetap berpihak kepada negara dan mampu mewujudkan tujuan nasional.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)