Minggu, 5 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2020

KPK Wanti-wanti Kepala Daerah di NTB Tak Gunakan Bansos untuk Pilkada

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menegaskan, imbauan komisi juga ditujukan kepada para calon petahana.

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menunjukkan tersangka beserta barang bukti saat konferensi pers terkait OTT Kutai Timur di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020). KPK resmi menahan Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Kutai Timur yang juga Istri Bupati Encek Unguria, Kadis PU Kutai Timur Aswandini, Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa, Kepala BPKAD Kutai Timur Suriansyah, Kontraktor Aditya Maharani, dan Decky Aryanto terkait dugaan kasus korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Kutai Timur tahun 2019-2020. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mewanti-wanti para kepala daerah, termasuk di Nusa Tenggara Barat (NTB) agar tidak menggunakan dana bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan calon tertentu.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menegaskan, imbauan komisi juga ditujukan kepada para calon petahana.

KPK mengingatkan keras agar kepala daerah tak menyimpangkan dana bansos masa pandemi ini untuk kepentingan salah satu calon maupun keluarganya yang maju dalam pilkada. Ultimatum sama ditujukan juga untuk wilayah Sumatera Utara.

“Pada berbagai forum dan kesempatan KPK terus mengingatkan para cakada, terlebih yang para petahana untuk tidak coba-coba memanfatkan program penyaluran bansos atau anggaran Covid-19 dengan kepentingan dalam upaya pemenangan pencalonannya ataupun sanak kerabat dan konco-konconya (teman-temannya),” kata Nawawi saat dikonfirmasi, Jumat (13/11/2020).

Nawawi memastikan, KPK terus memonitor penyaluran bansos ini. Bahkan, KPK menegaskan bakal langsung menindaknya, bila terjadi penyimpangan bansos tersebut.

Senada itu, Deputi Penindakan KPK Karyoto juga meminta supaya para aparat penegak hukum (APH) di daerah masing-masing yang mengadakan Pilkada serentak 2020, untuk terus memonitor dana-dana bansos ini.

Baca juga: KPK Telaah Laporan Dugaan Korupsi di Anak Usaha PT Pos Indonesia

Karyoto berharap agar APH langsung menindak saja para kepala daerah yang sengaja menggunakan dana bansos untuk kepentingan colan tertentu maupun kelurganya yang sedang maju.

Bahkan, ungkap Karyoto, pihaknya kini tengah mengusut suatu kasus yang bertali erat dengan ansos di salah satu daerah. Tapi lantaran masih penyelidikan, Karyoto enggan membeberkannya secara rinci.

“Tetapi tentunya kami sangat mengharapakan kepada aparat penegak hukum yang betul-betul ada di daerah itu, baik pihak kejaksaan maupun kepolisian. Kepolisian itu kan ada Polda, ada juga Polres-polres yang saya rasa itu masih dalam jangkauan dia lah. Misalnya, bansos bisa melihat antara mungkin nominal yang diklarifikasi berapa dengan Natura (bukan bentuk uang tunai) yang berapa,” kata Karyoto.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan pengusutan laporan dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah tetap berlangsung meski sejumlah daerah sedang melaksanakan proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Afirmasi ini disampaikan dalam Pembekalan Calon Kepala Daerah, pada Selasa (10/11/2020) kemarin.

“Hukum dan politik adalah dua rel yang berbeda. Politik pilkada sedang berlangsung, tapi bukan berarti proses penegakan hukum tak berjalan. Jangan anggap hukum berhenti di saat pilkada. Penegakan hukum tidak akan terganggu oleh pelaksanaan pilkada,” kata Firli.

Data KPK per Oktober 2020 tidak kurang dari 143 kepala daerah, terdiri atas 21 gubernur serta 122 bupati dan wali kota yang telah didakwa oleh KPK.

Firli pun memastikan, tak akan mandek melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah, walaupun pilkada tengah berproses.

Pelaksanaan pilkada, lanjut Firli, dapat menjadi pintu masuk bagi timbulnya tindak pidana korupsi oleh kepala daerah. Ia berharap jangan sampai ketika cakada sudah terpilih sebagai pemimpin daerah, beberapa waktu kemudian kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi.

Karena itu, dikatakan Firli, sejak awal pemilihan, pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah harus mengetahui bagaimana menghindari potensi munculnya benturan kepentingan. Salah satunya, sebutnya, benturan kepentingan dalam pendanaan pilkada.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved