Sabtu, 4 Oktober 2025

Virus Corona

Luncurkan Buku 'Indonesia dan COVID-19', CSIS Bahas Lembaga yang Harusnya Tangani Corona

Buku ini juga ditulis ketika perdebatan atau diskusi di tengah masyarakat terkait aspek-aspek tertentu dalam penanganan Covid-19

Freepik
ilustrasi virus corona 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) meluncurkan buku 'Indonesia dan COVID-19 : Pandangan Multi Aspek dan Kultural', Selasa (27/10/2020).

Peluncuran buku tersebut dilakukan melalui webinar yang menghadirkan Direktur Eksekutif CSIS Philips Vermonte, Deputi bidang Sistem dan Strategi BNPB Bernardus Wisnu Widjaja dan Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Rahmawati Husein.

Dalam kesempatan itu, Philips mengatakan latar belakang dibuatnya buku tersebut bermula saat masyarakat Indonesia mulai memberlakukan work from home.

Baca juga: Indonesia dan Jepang Godok Kesepakatan Perjalanan Bisnis di Tengah Pandemi Covid-19

"Mungkin itu efek pertama dari Covid-19 adalah kita melakukan adjustment terhadap cara kerja. Saya kira bukan hanya CSIS, MDMC pasti mengalami bagaimana adjusting cara kita bekerja, menghandalkan teknologi, mungkin mengurangi pertemuan fisik, dan lain-lain," ujar Philips, Selasa (27/10/2020).

Dia mengatakan buku ini menceritakan Covid-19 sebagai fenomena baru di dunia. Buku ini juga ditulis ketika perdebatan atau diskusi di tengah masyarakat terkait aspek-aspek tertentu dalam penanganan Covid-19 diambil oleh para pemangku kebijakan dan juga publik.

"Misalnya kita waktu itu banyak membahas tentang bagaimana dan lembaga apa seharusnya yang menangani Covid-19 di Indonesia. Ini sebetulnya perdebatan yang cukup penting juga, karena BNPB di desain untuk mengatasi memitigasi bencana alam dan bukan non alam, tetapi dalam waktu yang singkat pak Wisnu dan teman-teman harus switching gear untuk menghadapi bencana yang disebabkan kesehatan yang sifatnya non alam," kata dia.

Buku ini juga membahas bagaimana kebijakan-kebijakan yang terkait dengan lalu lintas manusia, transportasi dengan kemungkinan penyebaran Covid-19 yang lebih masif hingga implikasinya.

"Waktu itu kita ingat ada perdebatan soal mudik, apakah orang boleh mudik atau tidak. Kita menghadapi Covid-19 di saat bulan puasa mau lebaran. Itu memperlihatkan kemudian tabrakan antara kebijakan untuk mengurangi pergerakan manusia dengan kultur kita dimana lebaran itu artinya mudik. Dan ini juga merembet ke persoalan lain, persoalan komunikasi kebijakan, bagaimana meyakinkan masyarakat terhadap resiko-resiko," imbuhnya.

Philips mengatakan keberhasilan dan kegagalan dari negara lain yang lebih dahulu menghadapi Covid-19 juga dicantumkan dalam buku ini. Adapun penggalian data dilakukan dengan menggelar webinar dengan ahli dari negara-negara tersebut.

Lebih lanjut, Philips juga mengungkap adanya dilema yang dirasakan Indonesia terkait penanganan aspek kesehatan dengan keperluan untuk meneruskan kehidupan ekonomi.

"Ini perdebatan yang nggak selesai dan titik tengah kebijakannya masih kita cari, masih berjalan terus akibat dari tulisan-tulisan ini. Antara lain misalnya CSIS mengembangkan dashboard sendiri yang mengevaluasi kinerja pemerintah provinsi di seluruh Indonesia dengan mengunakan data-data real time," kata dia.

"Misalnya menghubungkan data ekonomi dengan data kesehatan penanganan covid di provinsi-provinsi. Itu bisa dikunjungi di website covid19.csis.or.id dan disitu kita bisa melihat performa pemerintah provinsi dalam menghadapi aspek kesehatan dan aspek ekonomi. Ada matriksnya provinsi mana misalnya ekonomi improve membaik tetapi kesehatan menurun, atau ekonomi membaik kesehatannya membaik, atau kesehatannya memburuk covidnya memburuk," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved