Sabtu, 4 Oktober 2025

Arsul Sani: DPR Perlu Berhati-hati Bahas R-Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme

Asrul Sani mengatakan DPR harus sangat berhati-hati dalam membahas Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme.

Editor: Adi Suhendi
KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI
Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2020). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Asrul Sani mengatakan DPR harus sangat berhati-hati dalam membahas Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme.

Hal ini disampaikan Asrul Sani dalam webinar 'Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme' yang diselenggarakan MARAPI Consulting & Advisory bersama Program Studi Hubungan Internasional-FISIP Universitas Cenderawasih, Selasa (27/10/2020).

"DPR Perlu sangat berhati-hati membahas Perpres Pelibatan TNI," kata Asrul Sani.

Baca juga: Mahfud MD Bahas Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Mendagri Australia Peter Dutton

Saat ini Komisi III DPR masih melakukan pengkajian terhadap R-Perpres Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme.

Menurut Asrul Sani sangat diperlukan masukan dari para pemangku kepentingan agar Perpres tersebut sesuai dengan aspirasi masyarakat.

"Kami memandang perlu masukan dari pemangku kepentingan sebanyak mungkin masukan agar Perpres ini sesuai dengan aspirasi masyarakat," ucap dia.

Asrul Sani mengingatkan bahwa politik hukum Indonesia telah menetapkan terorisme dalam ranah tindak pidana yang berbasis pada sistem penegakan hukum pidana yang terintegrasi atau integrated criminal justice system.

Baca juga: BNPT Imbau Anggota APEC Tingkatkan Kewaspadaan Aksi Terorisme di Masa Pandemi

"Bukan sistem militer atau sistem keamanan internal atau Homeland security," ujar dia.

Dengan demikian, lanjut dia, yang harus dirumuskan adalah pelibatan TNI dalam konteks yang seperti apa dan kerangka kebijakan yang bagaimana.

"Kami menginginkan pelibatan TNI yang proporsional dalam pencegahan, berada di bawah koordinasi BNPT. Intinya kita harus berhati-hati agar tidak memberikan cek kosong yang melanggar Undang-undang," ungkap Asrul.

Akademisi Jurusan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih Marinus Yaung menyatakan peran TNI dalam Kontra-terorisme harus dibatasi.

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf Amin: Isu Terorisme dan Separatisme Masih Jadi Isu Besar

Menurutnya harus ada batasan jelas bagi TNI jika dilibatkan dalam penanganan terorisme.

"Kami di Papua punya pengalaman yang berbekas dan menimbulkan trauma akibat tindakan aparat yang melampaui batas. Kami mendukung dengan catatan perlu dibatasi, sebagai perbantuan dan bukan kegiatan operasi yang permanen," kata Marinus.

Marinus mengatakan, pembahasan R- Perpres harus terbuka atas masukan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat Papua.

Ia sekaligus menegaskan bahwa operasi TNI yang ditetapkan dengan tidak berhati-hati akan menimbulkan masalah karena doktrin TNI yang kill or to be killed sangat berbeda dengan penegakan hukum oleh aparat kepolisian.

"Mekanisme pelibatan harus berdasarkan eskalasi ancaman yang melampaui kapasitas kepolisian atau beyond police capacity, diputuskan oleh Presiden untuk menguatkan peran otoritas sipil, diatur dengan jelas batasan waktu dan ruang lingkup perbantuannya," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved