Minggu, 5 Oktober 2025

Apakah Penetapan Tersangka Aktivis KAMI Sudah Sesuai Prosedur? Ini Kata Akademisi Hukum UMS

Akademisi Hukum UMS Galang Taufani mengatakan, penangkapan dan penetapan tersangka menjadi tugas polisi.

Penulis: Nuryanti
Editor: Daryono
Tangkap layar YouTube Tribunnews
Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Galang Taufani dalam program Panggung Demokrasi di YouTube Tribunnews.com, Selasa (20/10/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditetapkan menjadi tersangka pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Aktivis KAMI yang ditangkap di antaranya Syahganda Nainggalon, Anton Permana hingga Jumhur Hidayat. 

Penetapan tersangka berkaitan dengan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja.

Mereka diduga melanggar pasal tentang ujaran kebencian hingga hoaks di sosial media.

Lantas, apakah penetapan tersangka aktivis KAMI itu sudah sesuai prosedur?

Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Galang Taufani memberikan tanggapannya.

Ia mengatakan, penangkapan dan penetapan tersangka menjadi tugas polisi.

"Dalam konteks penangkapan dan penetapan tersangka, kalau dalam dunia hukum tentu masuk dalam konteks hukum acara pidana."

"Kalau kita mengerucut pada hukum kita, tentunya memberi ruang bagi kepolisian untuk melakukan tindakan yang sifatnya operasionalisasi dalam penegakan hukum," ujarnya dalam program Panggung Demokrasi di YouTube Tribunnews.com, Selasa (20/10/2020).

Baca juga: Polisi Disekap dan Dianiaya di Rumah Daerah Bandung, Ada Kaitan dengan KAMI

Baca juga: Catatan Pakar Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Soroti Jiwasraya, KAMI, HTI, Buruh dan Cipta Kerja

ite1
Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Galang Taufani dalam program Panggung Demokrasi di YouTube Tribunnews.com, Selasa (20/10/2020).

Sehingga, menurutnya penangkapan dan penetapan tersangka aktivis KAMI memang sudah ada peraturannya.

"Sebetulnya dari sisi hukum itu tidak mengagetkan, karena secara norma diatur demikian," jelasnya.

Galang mengatakan, pihak kepolisian bisa melakukan penahanan hingga penetapan tersangka setelah ada bukti permulaan.

"Saya kira selama itu memiliki bukti permulaan tadi, bisa dilakukan penangkapan dan penahanan sampai penetapan tersangka," katanya.

"Penetapan tersangka itu kewenangan polisi, dan itu sah-sah saja," tambahnya.

Baca juga: Tokoh KAMI Ahmad Yani Nyaris Ditangkap, Polri: Kita Datang Cuma Ngobrol-ngobrol Aja

Baca juga: Ketika Gatot Nurmantyo Bicara Soal Kadrun, KAMI, Capres 2024 Hingga Aktivitasnya Beternak

Kenapa penahanan penting?

Seseorang harus dilakukan penahanan apabila berpotensi menghilangkan barang bukti.

"Jika berpotensi menghilangkan barang bukti dan melakukan tindak pidana itu lagi, maka dilakukan mekanisme penahanan," ujar Galang.

ite2
Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Galang Taufani dalam program Panggung Demokrasi di YouTube Tribunnews.com, Selasa (20/10/2020).

Sementara itu, orang tersebut tak perlu ditahan jika memang tak berpotensi menghilangkan barang bukti yang ada.

"Jika dalam aspek kebebasan berpendapat, ini harus ditindaklanjuti dengan tepat dan bijaksana."

"Penetapan tersangka misalnya enggak perlu ditahan, karena tidak berpotensi menghilangkan barang bukti," katanya.

"Mekanisme yang dilakukan kepolisian dalam me-manage persoalan-persoalan itu juga sangat penting untuk didiskusikan," imbuh Galang.

Baca juga: Pemerintah Dituding Bungkam Suara Kritis KAMI, Ini Tanggapan Mahfud MD, Sebut Tak Ada yang Baru

Baca juga: Gatot Nurmantyo: Catat Semua Rakyat, Saya Keluar dari KAMI Jika Jadi Parpol

3 Aktivis KAMI Ditangkap

Diberitakan Tribunnews.com pada Minggu (18/10/2020), tiga aktivis KAMI yang ditangkap yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.

Dalam rilis yang diungkap Bareskrim Polri, Jumhur dipersoalkan karena menyebarkan ujaran kebencian terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Cuitan yang dipersoalkan yakni tudingan regulasi itu titipan Tiongkok.

Sementara itu, Anton Permana diketahui menggunggah status yang menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.

Baca juga: Polri Tepis Dipanggilnya Eks Danjen Kopassus Soenarko Terkait Penangkapan Sejumlah Tokoh KAMI

Baca juga: KAMI Pertimbangkan Tempuh Praperadilan Gugurkan Status Tersangka Syahganda Nainggolan Dkk

Baca juga: Ini Alasan Polri Menolak Gatot Nurmantyo dkk Saat Ingin Jenguk Petinggi KAMI

Selain itu, Anton juga menyebutkan Omnibus Law sebagai bukti negara telah dijajah.

Dan juga regulasi itu menjadi bukti negara telah dikuasai oleh cukong.

Selanjutnya, Syahganda Nainggolan diduga menyebarkan gambar dan narasi yang tidak sesuai dengan kejadian di akun Twitternya.

Gambar yang disebarkan berkaitan dengan aksi unjuk rasa buruh menolak Omnibus Law.

Ketiganya mendekam di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

(Tribunnews.com/Nuryanti/Reza Deni)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved