Sabtu, 4 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Politikus PKS Sebut UU Cipta Kerja Ciptakan Liberalisasi Bidang Pertahanan

Sukamta melihat ada celah liberalisasi dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja terkait kepemilikan modal dan pengawasan.

Tribunnews.com/ Mafani Fidesya Hutauruk
Anggota DPR RI Komisi I Sukamta 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta melihat ada celah liberalisasi dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja terkait kepemilikan modal dan pengawasan.

Menurutnya, pasal 52 ayat 1 menyatakan kepemilikan modal atas industri alat utama, dimiliki badan usaha milik negara dan atau badan usaha dalam negeri.

“Undang-undang Omnibus Law ini mengubah lanskap industri pertahanan Indonesia," ujar Sukamta dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (16/10/2020).

Ia menyebut, sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pasal 11 disebutkan, industri alat utama hanya pemerintah yang menugaskan kepada BUMN pertahanan sebagai pemandu utama untuk memproduksi industri alat utama.

Baca juga: Presiden Jokowi Utus Aminuddin Maruf Temui BEM SI yang Demo UU Cipta Kerja di Kawasan Monas

Namun, kata Sukamta, kini pihak swasta bisa masuk ke industri alat utama.

"Permasalahan kemudian muncul ketika sebuah industri strategis bisa dikuasai oleh pihak swasta. Modal perusahaan swasta bisa saja berasal dari asing walaupun status perusahaan tersebut merupakan badan usaha dalam negeri," kata politikus PKS itu.

Lebih lanjut ia mengatakan, kepemilikan modal tersebut menjadi krusial karena menyangkut arah, kebijakan usaha, kerahasiaan data terkait produksi alat utama pertahanan dari perusahaan swasta.

Baca juga: Hujan Deras Guyur Jakarta, Massa Tolak UU Cipta Kerja di Patung Kuda Bubar

"Jangan sampai niat untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri menjadi liberalisasi industri yang ujung-ujungnya pihak asing yang menikmati," kata Sukamta.

Melihat kondisi tersebut, Sukamta mengingatkan membuka bidang usaha tertutup dan strategis ke swasta ibarat mata pisau, bisa jadi pertahanan Indonesia semakin kuat atau sebaliknya tumpul.

"Bab perizinan industri pertahanan kini tidak lagi di bawah Kemenhan dan hanya jadi pengawas. Maka, soal izin ini harus ketat, tegas dan terukur," ujar Sukamta.

"Agar bisa sesuai tujuan yaitu memperkuat pertahanan Indonesia. Jangan sampai liberalisasi industri pertahanan ini membuat ada kekuatan militer tidak resmi diluar institusi militer Indonesia," sambungnya.

PKS dan Demokrat Didorong Jadi Inisiator Legislative Review

 Fraksi PKS dan Demokrat di DPR dinilai dapat membantu perjuangan buruh kembali untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja.

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan, penolakan PKS dan Demokrat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja di Sidang Paripurna DPR beberapa waktu lalu, perlu diapresiasi.

Tetapi perjuangannya dalam memenuhi aspirasi rakyat tersebut, semestinya tidak berhenti hanya sampai disitu.

"Keduanya bisa mengambil peran sebagai inisiator pembatalan UU Cipta Kerja melalui proses legislative review," papar Said, Jakarta, Jumat (16/10/2020).

Menurutnya, PKS dan Demokrat dapat membatalkan omnibus law tersebut dengan cara menggagas pembentukan sebuah undang-undang baru, yang kira-kira judulnya adalah undang-undang tentang pencabutan atas UU Cipta Kerja.

Baca juga: Ketua MPR Minta Massa Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Tak Anarkis dan Terapkan Protokol Kesehatan

"Jadi, di dalam undang-undang baru itu tidak perlu memuat banyak norma. Cukup dimuat beberapa pasal yang pada pokoknya menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh undang-undang baru tersebut," papar Said.

Sebagai partai politik yang memiliki kursi di parlemen, kata Said, PKS dan Demokrat memiliki kewenangan untuk itu, karena anggota dewan memiliki hak konstitusional mengajukan usul Rancangan Undang-Undang (RUU).

"Gagasan untuk mengajukan RUU mengenai pencabutan UU Cipta Kerja oleh anggota-anggota DPR dari Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat menurut saya memiliki landasan yuridis yang kuat," ujarnya.

Baca juga: Cerita di Balik Demo Tolak UU Cipta Kerja: Polwan Kesurupan, Pedemo Pungut Sampah dan Donasi Masjid

"Dasarnya adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat. Alasan tersebut merupakan salah satu alasan normatif untuk membentuk sebuah undang-undang," sambung Said.

Lebih lanjut Said mengatakan, dalam mengajukan UU baru untuk membatalkan UU Cipta Kerja, maka Fraksi PKS dan Demokrat bisa mengajak anggota-anggota dari fraksi lain dalam memperluas dukungan.

"Orang seperti Fadli Zon dari Fraksi Gerindra, misalnya, mungkin juga mau ikutan tanda tangan," ucap Said.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved