Fraksi PKS Ingatkan Pemerintah Soal Bahaya Liberalisasi Industri Pertahanan
Ketentuan dalam UU Cipta Kerja terkait penyertaan modal asing di sektor pertahanan sangat rentan dan terbuka bagi liberalisasi industri pertahanan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI fraksi PKS Mulyanto, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati terhadap bahaya liberalisasi dalam pengelolaan dan penyertaan modal asing pada industri alat utama sistem pertahanan keamanan.
Hal ini merujuk sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Cipta Kerja, yang baru disahkan.
Mulyanto menilai, ketentuan dalam UU Cipta Kerja terkait penyertaan modal asing di sektor pertahanan sangat rentan dan terbuka bagi liberalisasi industri pertahanan.
Baca juga: Anggota Komisi I DPR: Alutsista TNI AL di Papua Perlu Diganti
Mulyanto merujuk beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja dari dokumen final 812 halaman, dan membandingkannya dengan UU eksisting, yang dinilai membuka peluang terjadinya liberalisasi industri di bidang pertahanan.
Dia menjelaskan, dalam UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal diatur ketentuan mengenai bidang atau jenis usaha yang tertutup bagi penanaman modal pada Pasal 12 ayat 2) huruf a, bahwa: Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang.
Sementara dalam RUU Cipta Kerja, Pasal 12 ayat 2) huruf e diatur ketentuan bahwa: Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi: e. industri pembuatan senjata kimia.
Baca juga: Kejaksaan Jepang Selidiki Pengadaan Alutsista Besar Aegis Ashore
Menurut Mulyanto ketentuan dalam RUU Cipta Kerja terkait dengan industri pertahanan ini sangat longgar dan berpotensi bagi terjadinya liberalisasi industri pertahanan.
"Dari segi bidang usaha saja sudah terlihat aroma liberalisasi tersebut, karena bidang usaha yang tertutup dalam RUU Cipta Kerja hanya dibatasi pada industri pembuatan senjata kimia. Sementara produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang menjadi terbuka bagi penanaman modal asing," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).
Belum lagi, lanjut Mulyanto, dari aspek kepemilikan modal.
Mulyanto memaparkan, dalam UU Cipta Kerja disebutkan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh BUMN dan/atau badan usaha milik swasta, berarti termasuk swasta asing.
Karena frasanya adalah “dan/atau”, maka ketentuan ini bisa difahami juga sebagai: kepemilikan modal atas industri alat utama adalah BUMN “atau” badan usaha milik swasta.
Artinya badan usaha milik swasta atau asing dapat memiliki modal seratus prosen atas industri alat utama ini.
"Pemahaman ini menjadi semakin kuat, manakala pasal kepemilikan BUMN yang minimal sebesar 51 persen dihapus dalam UU Cipta Kerja," ucapnya.
Untuk itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini minta Pemerintah perlu berhati-hati dalam pengelolaan dan penyertaan modal asing pada industri alat utama sistem pertahanan ini.
"PKS menolak liberalisasi industri pertahanan tersebut, apalagi sampai dikuasasi oleh modal asing. Karena ini terkait dengan kepentingan nasional (national interest) dan kedaulatan bangsa," ujarnya.
"Industri hankam ini wilayah high tech yang sensitif, yang harus dikuasai SDM patriot negeri yang andal. Kita justru harus menguasai industri ini, bukan malah menyerahkan kepada pihak asing," imbuhnya.
Anggota Komisi VII DPR RI ini meminta pemerintah lebih cermat dan berhati-hati dalam pengelolaan industri pertahanan tersebut.
Agar kepentingan nasional tetap mendapat prioritas, termasuk aspek alih teknologi dan pembinaan SDM industri strategis nasional.
Lebih lanjut, Mulyanto berharap pemerintah mampu melindungi keberadaan industri strategis nasional.
Jangan sampai industri strategis ini justru dikuasai swasta asing. Karena dalam jangka panjang dikhawatirkan akan berdampak pada pertahanan, keamanan dan kedaulatan bangsa.
"Pemerintah harus punya komitmen kuat dalam menjaga sekaligus mengembangkan industri strategis ini. Kalau perlu kita beli kembali aset nasional strategis yang telah dijual ke pihak asing, seperti Indosat misalnya, bukan malah membuka industri pertahanan ini kepada pihak asing," pungkas Mulyanto.