UU Cipta Kerja
Pemerintah Sebut Prosesnya Terbuka, UU Cipta Kerja Tetap Tuai Kritik, KSP: Wajar Dalam Demokrasi
Keterbukaan pembahasan UU Cipta Kerja tidak menjamin adanya partisipasi publik.
TRIBUNNEWS.COM - Meski pemerintah dan DPR kerap menekankan soal keterbukaan, proses pembahasan UU Cipta Kerja mendapat kritik dari kelompok masyarakat sipil.
Sebab, keterbukaan pembahasan UU Cipta Kerja tidak menjamin adanya partisipasi publik.
Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, ruang demokrasi yang disediakan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hanya formalitas tanpa makna.
Ia menilai pelibatan publik sangat minim. Apalagi situasi pandemi Covid-19 membuat partisipasi masyarakat terbatas.

"Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa makna. Rapat-rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan," kata Fajri, Selasa (6/10/2020).
Hal senada diungkapkan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti.
Ia mengatakan penyusunan undang-undang semestinya mempertimbangkan aspirasi publik.
Baca: Menko Airlangga Jamin Cuti Haid dan Melahirkan Tidak Dihapus dari Pasal UU Cipta Kerja
Baca: Posisikan Diri sebagai Pengusaha, Ini Pandangan Ruben Onsu Soal UU Cipta Kerja
Baca: Abaikan Prokes, 89 Remaja yang Hendak Ikut Demo Diamankan, 2 Orang Positif Covid-19 Setelah Tes Swab
Susi menilai DPR dan pemerintah terburu-buru menuntaskan penyusunan UU Cipta Kerja, bahkan penetapannya dilakukan jelang tengah malam.
Padahal, RUU Cipta Kerja sejak awal menuai banyak penolakan tetapi pembahasannya terus dikebut pemerintah dan DPR.
"Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" kata Susi, Rabu (7/10/2020).
Proses pembahasan UU Cipta Kerja diakui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, memang diselesaikan dalam tempo singkat.

RUU Cipta Kerja mulai dibahas sejak April, kemudian diselesaikan dan disahkan pada Oktober.
Meski begitu, Yasonna Laoly mengatakan, pembahasannya dilakukan secara terbuka.
Publik, menurut dia, dapat mengakses rapat pembahasan RUU Cipta Kerja melalui tayangan streaming.
Berbagai saran dan masukan publik pun dibahas oleh DPR dan pemerintah.
"Pembahasannya sangat terbuka, walaupun relatif cepat tapi dibahas dalam panja melalui streaming. Masukan-masukan baik dari fraksi semua dibahas," ujar Yasonna dalam konferensi pers, Rabu (7/10/2020).
Baca: Mogok Kerja Tolak UU Cipta Kerja, KSP Sebut Perekonomian Bisa Memburuk
"Semua terbuka," kata dia.

Tak bisa puaskan semua pihak
Gelombang aksi unjuk rasa menolak UU Cipta kerja yang belum lama disahkan oleh DPR terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Mengenai adanya aksi penolakan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menyadari UU Cipta Kerja tak bisa memuaskan semua pihak.
"RUU sudah sudah melalui proses politik yang panjang dengan kekuatan politik yang ada di parlemen juga di pemerintah ya untuk merumuskan yang terbaik, dan tentu saja tidak bisa memuaskan semua pihak," kata Donny saat dihubungi, Rabu (7/10/2020).
Ia mengatakan pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk mengakomodasi kepentingan para buruh dan pekerja.
Kendati demikian, menurut Donny, pemerintah tetap mengakomodasi beberapa aspirasi dari buruh dan pekerja.

Namun, tak semua aspirasi buruh bisa diakomodasi. Donny mengatakan, pemerintah juga harus mengakomodasi pihak lain.
Baca: Mogok Kerja Tolak UU Cipta Kerja, KSP Sebut Perekonomian Bisa Memburuk
Ia pun mempersilakan para buruh menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila tak sepakat.
"Saya kira wajar saja dalam demokrasi, tapi ini sudah kesepakatan yang paling maksimal yang bisa dicapai untuk kemaslahatan rakyat Indonesia."
"Apabila ada yang tidak puas, ya jalur konstitusional tersedia, silakan saja. Dan pemerintah sudah bersiap akan hal itu," kata Donny.
Sebelumnya DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
Merespons undang-undang tersebut, berbagai organisasi gerakan rakyat yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan Aliansi-aliansi Daerah menyerukan aksi mogok nasional pada 6, 7, dan 8 Oktober 2020.
Puncaknya, pada 8 Oktober akan digelar aksi besar-besaran di depan gedung DPR RI dan pemerintah daerah masing-masing kota.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul KSP: UU Cipta Kerja Tak Bisa Puaskan Semua Pihak dan Menkumham Akui Pembahasan UU Cipta Kerja Relatif Cepat