Disanksi Teguran Tertulis Gara-gara Naik Helikopter Mewah, Firli Bahuri Janji Tak Mengulangi Lagi
Perbuatan Firli menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi memiliki dampak negatif terhadap pimpinan KPK.
Boyamin menambahkan walau sanksi tersebut ringan, namun sebenarnya cukup berat bagi Firli. Ia menganggap sanksi itu layaknya SP2 di sebuah perusahaan.
Sehingga Firli sampai berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.
"Istilah kedua itu kan artinya cukup lumayan berat bagi Pak Firli menurut saya. Karena habis ini Pak Firli seperti tadi mengatakan minta maaf dan tidak akan mengulangi itu. Artinya kan malah lebih berat bagi Pak Firli. Karena besok lagi setidaknya Pak Firli sampai, kalau toh akhir masa jabatan, tidak akan lagi bergaya hidup mewah dan akan memberikan keteladanan dalam melakukan tugas dan kewenangannya di KPK, jelasnya.
Firli menjadi pimpinan keempat dalam sejarah KPK yang pernah melanggar etik.
Sebelumnya, ada Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja terkait dengan sprindik Anas Urbaningrum, dan Saut Situmorang terkait pernyataannya di televisi swasta nasional.
Boyamin pun meminta Firli introspeksi atas vonis pelanggaran etik tersebut.
Ia berharap sanksi itu bisa membuat Firli setop membuat kontroversi dan kembali serius bekerja memberantas korupsi.
Diketahui sebelum kasus heli mencuat, Firli dinilai kerap membuat berbagai kontroversi. Di antaranya seperti seringnya berkunjung ke lembaga-lembaga negara yang dianggap hanya seremonial, serta memasak nasi goreng.
"Sudahlah Pak Firli, sekarang ini kita peringatkan paling awal dan tolong sudahi segala hal yang kontroversi, dan silakan untuk kerja serius dan melakukan prestasi kerja KPK pemberantasan korupsi dengan sangat maksimal," ujar Boyamin.

Baca: Seorang Anggota Dewan Pengawas Positif Covid-19, Bagaimana Nasib Ketua KPK Firli Bahuri?
"Saya berharap dengan putusan ini, melecut, memacu, katakanlah menjewer Pak Firli untuk lebih serius lagi kerja di KPK dalam bentuk pemberantasan korupsi," ucapnya.
Boyamin meminta Firli mengembalikan KPK ke rel yang sebenarnya seperti OTT.
Menurut Boyamin, Firli tak perlu tabu dengan OTT. Ia menganggap OTT justru merupakan jatidiri KPK sesungguhnya.
Bukan seperti saat ini yang fokus kepada pencegahan, tapi pada kenyataannya hanya sebagai penonton, contohnya dalam perkara Djoko Tjandra.
"Tidak perlu tabu OTT KPK, karena akan menghindari OTT akhirnya, ada yang lolos, yaitu kasus Djoko Tjandra. Ini kan tamparan semua kepada penegak hukum kita, termasuk KPK," kata Boyamin.
"Mestinya kan KPK bisa melakukan OTT terhadap kasusnya Djoko Tjandra karena ada suap menyuap di situ. Tapi karena kemudian kontroversi revisi UU KPK, dan kemudian Pak Firli yang kontroversi, itu menjadikan tabu OTT maka kemudian ada perkara besar malah lolos dan sekarang seperti jadi penonton," ujarnya. (tribun network/ham/dod)