Minggu, 5 Oktober 2025

Bamsoet Minta Pemerintah Tingkatkan Upaya Adaptasi-Mitigasi Perubahan Iklim ke Masyarakat 

Sebanyak 64 persen pemuda Indonesia khawatir jika dampak krisis iklim akan lebih parah dibandingkan

TRIBUN SUMSEL/MA FAJRI
Ilustrasi - Petugas dari BPBD Ogan Ilir melakukan pemadaman kebakaran lahan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (28/8/2020). Total lahan yang terbakar dari bulan Januari hingga Agustus 2020 seluas 95,5 hektare di Sumatera Selatan (TRIBUNSUMSEL/M.A.FAJRI) 

Laporan Wartawan Tribunnews, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 64 persen pemuda Indonesia khawatir jika dampak krisis iklim akan lebih parah dibandingkan dengan dampak krisis wabah virus corona (Covid-19). 

Selain itu, ribuan desa di Indonesia juga rentan terdampak perubahan iklim dikarenakan belum memiliki atau menerapkan upaya adaptasi dan mitigasi yang baik. 

Menanggapi hal itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mendorong pemerintah meningkatkan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim kepada masyarakat.

Apalagi perubahan iklim dapat memicu terjadinya cuaca ekstrem yang dapat berdampak pada terjadinya bencana.

Baca: KLHK-Disdikbud Rancang Kurikulum Terkait Perubahan Iklim Bagi Anak Sekolah

Baca: Krisis Iklim Diprediksi Membuat 1,2 Miliar Orang di Dunia Kehilangan Tempat Tinggal pada Tahun 2050

Baca: Greta Thunberg Kembali ke Sekolah Setelah Setahun Cuti karena Keliling Dunia Jadi Aktivis Iklim

"Mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/KLHK, untuk melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh adat dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat akan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim," ujar Bamsoet, dalam keterangannya, Jumat (25/9/2020). 

"Sehingga dapat mendorong dan memperkuat ketahanan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim dan menurunkan gas emisi rumah kaca," imbuhnya. 

Bamsoet juga mengungkap pentingnya edukasi masyarakat terkait literasi perubahan iklim dengan cara penyampaian informasi yang mudah dipahami masyarakat. 

Dengan begitu, masyarakat dapat melaksanakan secara optimal tata cara menghadapi perubahan iklim

Menurutnya hal tersebut harus dilakukan disamping masyarakat memahami pengelolaan sampah, penggunaan energi baru terbarukan, budidaya pertanian yang rendah emisi, peningkatan tutupan vegetasi, dan pencegahan hingga pengendalian kebakaran hutan dan lahan/karhutla.

"Pemerintah juga harus mengoptimalkan program kampung iklim di tingkat desa dan kelurahan, tidak hanya tersentris di pulau Jawa saja. Namun berfokus kepada seluruh wilayah di Indonesia, terutama yang rentan terhadap dampak perubahan iklim," tandasnya. 

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 64 persen pemuda Indonesia khawatir jika dampak krisis iklim akan lebih parah dibandingkan dengan dampak krisis wabah virus corona (Covid-19).

Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri mengungkapkan hal ini berdasarkan laporan survei krisis iklim pada anak muda yang disusun oleh Change.org Indonesia dan Yayasan Indonesia Cerah.

“Ini menarik karena kita selalu dihadapkan pada asumsi bahwa krisis iklim itu dampaknya tidak kelihatan, tapi ternyata ada persepi ini di kalangan anak muda,” kata Adhityani Putri dalam webinar krisis iklim di mata dunia, Jumat (25/9/2020).

Adhityani berujar survei yang dilakukan kepada 8000 responden tersebut mengungkapkan kekhawatiran pemuda terhadap krisis iklim sekiranya sama seperti kekhawatiran terhadap krisis akibat covid-19.

Responden yang rata-rata berusia 20 tahunan itu kebanyakan menyadari bahwa manusia memiliki andil terhadap dampak perubahan iklim, khususnya di Indonesia.

“3 dari lima berpendapat krisis iklim disebabkan karena ulah manusia, jadi sesuai dengan kesimpulan IPCC. Ini menunjukan adanya pemahaman yang baik,” katanya.

Survei juga menunjukkan para pemuda memahami perubahan iklim yang terjadi juga akibat dampak sumber emisi gas rumah kaca seperti deforestasi dan karhutla, asap kendaraan dan pabrik, serta pembangkit listrik berbahan fosil.

Menurut Adhityani, para pemuda ingin krisis akibat iklim menjadi isu yang mewarnai agenda politik dan menjadi isu prioritas secara nasional seperti Industri 4.0.

Karena anak muda di Indonesia saat ini tidak melihat perubahan iklim sebagai isu yang mewarnai pemberitaan media setiap harinya, seperti sejumlah negara yang ada di dunia.

“Kita ingin ada deklarasi bahawa ini (isu tentang perubahan iklim) penting bagi Indonesia dan dijadikan narasi utama,” katanya

Padahal, berdasarkan hasil survei 97 persen pemuda Indonesia mengatakan krisis tentang perubahan iklim perlu dijadikan sebagai agenda utama politik
Para pemuda Indonesia juga setuju jika Indonesia menjadi salah satu pemimpin dunia dalam menanggulangi krisis iklim, karena Indonesia memiliki banyak modal utama dalam penanganan perubahan iklim dunia.

“Kalau kita renungkan modal kita ini banyak sekali untuk menjadi Leader. Kita negara dengan potensi energi, dan menjadi salah satu negara yang memiliki forest impact bagi dunia, kearifan lokal yang merawat alam dan kita bisa promosikan ke dunia,” kata Direktur Yayasan Indonesia Cerah itu.

Adhityani berujar kepercayaan pemuda terkait penanggulangan krisis perubahan iklim sebagian besar bertumpu pada pemerintah berdasarkan hasil survei.

Walaupun ada banyak juga yang menyalahkan perusahaan dan parlemen yang menurut mereka juga bertanggung jawab pada perubahan iklim, khususnya yang terjadi di Indonesia.

Oleh Karena itu besar harapannya hasil survei dapat dijadikan rujukan pemerintah maupun pihak-pihak terkait dalam upaya mengendalikan krisis akibat perubahan iklim kedepannya.

“Ini aspirasi anak muda agar Indonesia bersuara lebih lantang di forum Internasional dan juga mengambil tindakan yang ambisius yang bisa jadi contoh bagi negara lain, karena kita memiliki banyak modal,” ungkapnya. 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved