KPK Ultimatum Saksi Bandel yang Mangkir Pemeriksaan Kasus Suap RTH Kota Bandung
KPK mengingatkan para saksi-saksi yang telah dipanggil patut untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik KPK
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum para saksi yang mangkir dalam kasus dugaan suap pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 dan 2013.
Adapun saksi-saksi mangkir tersebut di antaranya, Dayat (Petani/Pekebun), Okib (Petani/Pekebun), Iis Amas (Ibu Rumah Tangga), Juju Juangsih (Pedagang), Ombik/Ahli Waris/yang mewakili (Petani), Tinny Kurniati (Ibu Rumah Tangga), Eme/Ahli Waris (Petani), dan Imik/Ahli Waris (Ibu Rumah Tangga).
"KPK mengingatkan para saksi-saksi yang telah dipanggil patut untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik KPK karena ada sanksi hukum apabila sengaja tidak hadir tanpa ada alasan yang jelas," tegas Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (4/9/2020).
Mereka harusnya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Dadang Suganda. Pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Bandung, Jawa Barat.
Baca: KPK Cecar Oded Danial Soal Proses Penganggaran Tanah RTH Kota Bandung
Namun, terdapat lima saksi yang bersikap kooperatif. Mereka memenuhi panggilan tim penyidik KPK.
Di antaranya yakni Iis Aisyah/Ahli Waris/yang mewakili (Ibu Rumah Tangga), Dedih (Karyawan Swasta), Noneng Kurniasih (Ibu Rumah Tangga), Rasmanah (Wiraswasta), dan Warma/Ahli Waris (petani).
Baca: Periksa Wabup Sumedang Erwan Setiawan di Kasus Suap RTH Bandung, Ini yang Digali Penyidik KPK
Dari kelima orang tersebut, penyidik berusaha menyelisik status kepemilikan tanah para saksi yang dijual ke Pemkot Bandung lewat Dadang Suganda.
"Para saksi-saksi tersebut dikonfirmasi oleh penyidik mengenai status kepemilikan tanah oleh para saksi yang tanahnya dijual ke Pemkot Bandung yang diduga melalui perantaraan tersangka DS," beber Ali.
Dalam kasus ini, KPK menjerat 4 tersangka. Mereka ialah eks Kadis Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Hery Nurhayat, dua eks anggota DPRD Kota Bandung 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet, serta satu orang swasta bernama Dadang Suganda.
Hery, Tomtom, Kadar sedang menjalani persidangan. Sementara Dadang masih tahap penyidikan. Ia baru saja ditahan penyidik pada Juni 2020 setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Oktober 2019.
Kasus ini berawal ketika pada tahun 2011, Wali Kota Bandung Dada Rosada menetapkan Lokasi Pengadaan Tanah untuk RTH Pemerintah Kota Bandung.
Usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10.000 meter².
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk Pengadaan RTH.
Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57,21 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Murni) tahun 2012.
Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah.
Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Dalam proses pembelian tanah, Pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah. Melainkan dari makelar tanah.
"Antara lain melalui tersangka KS (Kadar Slamet) selaku anggota DPRD Kota Bandung sekaligus Anggota Banggar. Tersangka DSG (Dadang Suganda) yang merupakan wiraswasta, berperan sebagai makelar yang memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Bandung (Edi Siswadi)," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Selasa (30/6/2020).
Lili menambahkan, para pemilik tanah dibuatkan surat kuasa menjual dari pemilik tanah kepada para makelar dan orang-orang suruhannya.
Kata dia, hal ini dilakukan supaya pihak Pemerintah Kota Bandung terlihat tidak tahu bahwa transaksi tanah tersebut adalah melalui makelar.
"Padahal yang terjadi adalah kesengajaan yang diketahui Pemerintah Kota Bandung," kata Lili.
Dadang yang menyatakan ingin ikut Pengadaan Tanah RTH mendapat respons positif dari pihak Sekretaris Daerah Pemkot Bandung.
Dadang kemudian diduga membeli tanah langsung dari pemilik atau ahli waris dengan harga di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Ia menjualnya kembali kepada Pemerintah Kota Bandung untuk Pengadaan Tanah RTH dengan harga rata-rata 3-4 kali lipat harga yang dibayar oleh Dadang kepada pemilik asli atau ahli warisnya.
"Jumlah tanah yang dibeli oleh DSG untuk Pengadaan Tanah Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung adalah sebanyak 50 bidang yang seluruhnya berada di Kecamatan Cibiru. Namun sebagian besar tanah milik DSG yang dibeli oleh Pemerintah Kota Bandung tersebut lokasinya berada di luar Surat Keputusan Wali Kota Bandung tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Ruang Terbuka Hijau," jelas Lili.
Modus yang diduga Dadang dalam membeli tanah-tanah tersebut adalah dengan mengerahkan orang-orang kepercayaannya untuk mencari tanah di Kecamatan Cibiru dengan harga murah tanpa memberitahu bahwa tanah tersebut akan digunakan sebagai RTH.
Setelah sepakat, ia kemudian membayar pelunasan kepada pemilik tanah atau ahli waris, kemudian dibuatkan Akta Kuasa Menjual.
Pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung kepada Dadang Suganda dalam Pengadaan Tanah untuk RTH pada tahun 2012 adalah sebesar Rp43,64 miliar setelah dipotong pajak.
Sedangkan jumlah uang yang dibayarkan kepada pemilik tanah atau ahli warisnya adalah sebesar Rp13,45 miliar.
"Sehingga terdapat selisih pembayaran antara uang yang diterima DSG dari Pemerintah Kota Bandung dengan pembayaran kepada pemilik atau ahli waris sebesar Rp30,18 miliar Sehingga DSG diduga diperkaya sama dengan selisih pembayaran ini," ujar Lili.