Pertamina Rugi pada Semester I 2020, Anggota DPR Sebut Oil Company Dunia Alami Kerugian
Jika dibandingkan dengan semua perusahaan besar dunia, rugi bersih Pertamina itu terendah
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus menanggapi kerugian yang dialami Pertamina pada Semester I 2020 sebagai hal wajar.
Menurutnya, hampir semua Oil Company ber-skala global di dunia mengalami hal yang sama, merugi karena tertekannya ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19.
Bahkan menurut legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini, Pertamina masih jauh lebih baik dari rata-rata perusahaan besar dunia.
Pertamina mengalami rugi bersih sekitar USD 767,91 juta atau minus 0,77 atau sekitar Rp11,31 triliun (pada kurs Rp14.500 per dolar AS).
“Coba perhatikan semua oil company, Shell mengalami kerugian bersih sebesar 18,40 miliar dolar, British Petroleum rugi bersihnya USD 21,21 miliar, TOTAL mengalami net loss USD 8,40 miliar, dan Chevron mengalami rugi bersih mencapai USD 4,70 miliar,” kata Deddy dalam keterangannya, Kamis (27/8/2020).
Baca: Persikabo 1973 Tetap Butuh Ujicoba kata Syahrul Trisna Fadillah
“Jadi kalau dibandingkan dengan semua perusahaan besar dunia, rugi bersih Pertamina itu terendah,” sambungnya lagi.
Jika dilihat rasio rugi bersih berbanding total asset, kata Deddy, maka Pertamina berada pada urutan kedua setelah ExxonMobil.
Lebih jauh menurut Deddy, jika dibandingkan dengan oil company yang total asetnya relatif sama, Pertamina dengan aset sekitar USD 70,23 miliar mengalami kerugian paling rendah dibandingkan ConocoPhilips dan ENI dengan total aset masing-masing USD 63,05 miliar dan USD 69,50 miliar.
Baca: Ini Resep Sekjen PDI Perjuangan Tingkatkan Imunitas Tubuh di Tengah Pandemi Covid-19
Menurut Deddy, sepanjang Semester I 2020 ekonomi dunia dan tak terkecuali Indonesia, mengalami penurunan sangat tajam yang berimbas kepada volume penjualan di sektor industri dan retail.
“Kerugian Pertamina juga disebabkan oleh penuruan dan fluktuasi nilai tukar dan harga minyak mentah dunia juga menyumbang terhadap kerugian. Pertamina juga mengalami tekanan akibat kinerja lifting minyak ladang-ladang minyak yang terus mengalami penurunan produksi,” ujar Deddy.
Oleh karena itu, Deddy meminta Pertamina agar terus melakukan efisiensi dalam belanja modal dan belanja operasional perusahaan secara signifikan, jika perlu segera melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang ada untuk menekan biaya dan memelihara arus kas.
Pertamina, lanjut Deddy, harus memastikan TKDN ditingkatkan dan menekan impor yang memerlukan dolar besar di masa sulit ini.
Baca: Tren Kinerja Juli Membaik, Pertamina Terus Upaya Pulihkan Laba Akhir Tahun 2020
“Restrukturisasi korporasi yang baru dilakukan oleh Pertamina seharusnya juga berdampak pada restrukturisasi bisnis secara keseluruhan dan secara terintegrasi. Meskipun rugi, Pertamina tetap bertanggung jawab meneruskan tugas-tugas konstitusionalnya melayani rakyat melalui ketersediaan energy,” ungkap Deddy.
“Kita harus berhenti menyalahkan Pertamina terus menerus dan menjadikannya isu publik dan politik yang tidak berdasar dan tidak proporsional,” ungkapnya lagi.