Minggu, 5 Oktober 2025

Kemerdekaan dan Pancasila Tak Bisa Dipisah, Ibarat Dua Sisi Mata Uang

Basarah memaknai kemerdekaan Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negaranya ibarat dua sisi mata uang.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Ahmad Basarah 

Di sisi lain, Basarah juga menyoroti tantangan yang dihadapi Pancasila seiring berjalannya waktu. Menurutnya saat ini bangsa Indonesia tengah menuai badai sebagai akibat dari pembubaran BP7, dihapuskannya P4, revisi UU Sisdiknas hingga penghapusan mata pelajaran wajib Pancasila.

Generasi 1990-an disebut politikus PDIP itu sebagai generasi yang terimbas. Generasi itu cenderung menganggap nilai-nilai Pancasila sebagai sesuatu yang tidak esensi atau tidak pokok.

Bahkan sejumlah ideologi transnasional, mulai dari komunisme, liberalisme kapitalisme hingga ekstremisme keagamaan begitu derasnya masuk dan bisa bekerja secara sistematis di Tanah Air.

Menurutnya hingga pembentukan UKPPIP di 2017 dan BPIP di 2018, terdapat rentang waktu sekitar 20 tahun negara abai membangun mental ideologi bangsanya.

"Oleh karena itu kita patut mendukung political will Pak Jokowi membentuk BPIP, agar negara hadir membangun mental ideologi bangsanya untuk membentengi bangsa Indonesia dari ideologi komunisme, liberalisme kapitalisme dan ekstremisme," jelas Basarah.

Masuknya ideologi transnasional tak pelak menjadikan tugas BPIP kian berat ke depannya. Namun Adji mengatakan pihaknya memaknai tantangan tersebut ke dalam lima pekerjaan rumah.

Pertama, BPIP berupaya menjawab tantangan bagaimana bisa menggunakan teknologi informasi untuk membumikan atau mengintegrasikan Pancasila dalam kehidupan terutama generasi milenial.

Kedua, terkait dengan materi, dan ketiga terkait dengan metode. Adji mengatakan materi yang disajikan haruslah tepat sasaran namun mengasyikkan. Metode pun harus menarik bagi generasi milenial.

Sementara pekerjaan rumah keempat berkaitan dengan konstruksi pikir milenial. Dimana anak-anak mempunyai kontruksi pikir sendiri yang beranggapan mereka subyek bukan obyek. Karena itulah penyampaian materi Pancasila juga harus sesuai atau cocok dengan cara pikir mereka.

"Kelima tantangan terbesarnya soal globalisasi. Seperti yang disampaikan pak Basarah tadi, tentang ideologi transnasional. Itu juga menjadi PR besar kami untuk bagaimana menyajikan Pancasila ini supaya menjadi lebih menarik, itu lebih kongkrit, lebih mengena dalam kehidupan kita," kata Adji.

Sejalan dengan itu, Basarah menekankan Indonesia harus berpijak pada falsafah dan ideologi bangsanya sendiri, dalam hal ini Pancasila.

Dalam sejarahnya, kata dia, tidak ada bangsa yang berhasil menjadi bangsa yang besar jikalau bangsa itu tidak berpijak pada falsafah bangsanya sendiri.

Agar falsafah dan ideologi bangsa kokoh di tengah bangsa sendiri, Basarah mengatakan bangsa Indonesia harus menganggap Pancasila itu adalah suatu nilai kebenaran yang final.

"Jadi (Pancasila) kita yakini, ada belief, ada kepercayaan bahwa Pancasila ini adalah ideologi bangsa Indonesia. Tak satupun diantara bangsa Indonesia yang mempersoalkan kembali kebenaran Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara kita sejak 18 Agustus 45 Pancasila itu disepakati oleh para pendiri bangsa kita," tegasnya.

Kemudian, bangsa Indonesia juga harus memahami Pancasila, dan untuk memahami maka mereka harus mempelajarinya. Karenanya penghapusan mata pelajaran Pancasila hingga penghapusan penataran-penataran sosialisasi Pancasila adalah sesuatu yang tidak selaras dengan kebutuhan menjadikan nilai-nilai Pancasila terinternalisasi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved