Sabtu, 4 Oktober 2025

Imparsial Tanggapi Penjelasan Danjen Kopassus Soal Sejarah Pelibatan TNI Atasi Aksi Terorisme

Senada dengan Cantiasa, menurut Ghufron pelibatan TNI dalam mengatasi sejumlah aksi terorisme bukanlah hal yang baru.

Penulis: Gita Irawan
Penerangan Kopassus
Danjen Kopassus Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa, menutup secara resmi pendidikan komando angkatan 103. 

Selanjutnya adalah operasi pembebasan tim ekspedisi Lorentz 95 yang disanderan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma Papua pada 1996.

"Kemudian operasi pembebasan tim Lorentz yang ada di Irian Jaya. Juga sama, bagaimana TNI dilibatkan dalam operasi pembebasan sandera. Dan kebetulan saya juga ikut terjun langsung di sana ada saat itu, saya masih Letnan Satu," kata Cantiasa dalam tayangan Podcast Puspen TNI yang diunggah di kanal Youtube resmi Puspen TNI pada Senin (17/8/2020).

Selain itu ia juga menceritakan operasi pembebasan sandera ABK kapal MV Sinar Kudus yang dibajak pada 2011 di Perairan Somalia.

Cantiasa mengatakan ia yang saat itu menjabat sebagai Komandan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor 81) Kopassus turut terlibat dalam merancang operasi tersebut.

Saat itu, kata dia, timnya melaksanakan operasi bersama pasukan elit TNI AL yakni Detasemen Jalamangkara.

Menurutnya operasi tersebut adalah operasi yang punya tingkat kesulitan sangat tinggi.

"Pada saat itu saya ikut terlibat merancang bersama Komandan Detasemen Jalamangkara menyiapkan pasukan untuk melaksanakan tugas-tugas ke Somalia. Pada saat itu saya rasakan operasi kita harus rahasia. Memang pada saat itu Pak Presiden memerintahkan kepada Danjen Kopassus yang pada saat itu Bapak Mayjen Lodewick Paulus, kemudian kepada saya Komandan Satuan Antiteror bahwa operasi ini tidak boleh keluar ke mana-mana beritanya. Jadi yang tahu melaksanakan operasi pembebasan hanya kamu dan saya (Presiden)," ungkap Cantiasa.

Selain itu, kata Cantiasa, TNI juga dilibatkan dalam operasi Tinombala di Poso sejak 2016 hingga saat ini.

"Kemudian yang ada di Kampung Banti Tembagapura juga sempat kejadian 2017 pada saat itu, itu ada masyarakat Papua di sana sempat di sandera sehingga TNI harus dilibatkan untuk melaksanakan tugas," kata Cantiasa.

Oleh karena itu, kata Cantiasa, TNI perlu dilibatkan dalam penanganan aksi terorisme.

Terlebih, kata dia, hal itu merupakan perintah Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme khususnya dalam pasal 43 I.

"Disampaikan di sana dalam pasal 43 I ayat 1 bahwa peran TNI adalah melaksanakan operasi militer selain perang. Kemudian di ayat 3-nya disampaikan, dalam mengatasi aksi terorisme ini itu dijabarkan dalam peraturan presiden yang saat ini sedang digodok oleh Kemenko Polhukam dan sudah masuk ke DPR. Mudah-mudahan menjadi payung hukum untuk TNI," kata Cantiasa.

Ia pun meminta dukungan dari semua elemen bangsa terkait Rancangan Perpres tersebut agar TNI dapat membantu melakukan tugas-tugas penanggulangan terorisme di wilayah-wilayah yang tingkat kesulitannya sangat tinggi.

"Kalau memang Kepolisian tidak mampu untuk melakukan tugas-tugas sampai wilayah-wilayah atau daerah-daerah yang ekstrim, ya mereka minta perbantuan, kita dukung, setelah itu kita serahkan kepada polisi. Jadi sebenarnya tidak masalah," kata Cantiasa.

Ia menegaskan selama ini Kopassus sebagai pasukan yang selama ini kerap ditugaskan dalam aksi-aksi penanggulangan teror membutuhkan payung hukum dalam menjalankan operasinya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved