Rabu, 1 Oktober 2025

Kasus Djoko Tjandra

Begini Reaksi Gerindra atas Penerbitan Aturan Pemeriksaan-Penahanan Jaksa Seizin Jaksa Agung

aturan tersebut dapat meminimalkan pihak-pihak yang mengintervensi kewenangan penuntutan dengan bargaining kasus pidana kepada jaksa yang bersangkutan

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Anggota Fraksi Gerindra di MPR, Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (3/10/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman mengaku setuju dengan penerbitan pedoman terkait pemanggilan, pemeriksaan hingga penahanan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana harus seizin dari Jaksa Agung.

Diketahui, aturan tersebut diterbitkan oleh Jaksa Agung RI ST Burhanuddin yang termaktub dalam surat Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020.

"Saya pikir sudah benar harus ada izin dari Jaksa Agung. Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan mengatur bahwa wewenang Jaksa di bidang penuntutan itu absolut. Kemudian Pasal 8 Kode Perilaku Jaksa juga mengatur bahwa Jaksa Mandiri dalam melaksanakan tugasnya," ujar Habiburokhman, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (12/8/2020).

Habiburokhman berharap aturan tersebut dapat meminimalkan pihak-pihak yang mengintervensi kewenangan penuntutan dengan bargaining kasus pidana kepada jaksa yang bersangkutan.

"Hal tersebut jelas mengancam kemandirian jaksa. Kasus Jaksa Pinangki adalah contoh yang baik," jelasnya.

"Kalau ada jaksa yang diduga melanggar hukum harus ditempuh dulu penyelidikan kode perilaku, baru atas dasar itu Jaksa Agung memberikan izin," ungkap Habiburokhman.

Baca: Ditangkap di Rumahnya, Jaksa Pinangki Tak Lakukan Perlawanan

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menerbitkan pedoman terkait pemanggilan, pemeriksaan hingga penahanan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.

Nantinya, seluruh kegiatan tersebut harus seizin dari Jaksa Agung terlebih dahulu.

Kebijakan itu termaktub dalam surat pedoman nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020. Pedoman itu mengatur tentang pemberian izin Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.

Surat edaran itu dibenarkan oleh Kasubid Humas Puspenkum Kejaksaan Agung RI, Muhammad Isnaeni. Menurutnya, surat tersebut telah disusun lama oleh Kejaksaan Agung RI.

"Benar dan itu barang yang sudah lama disusun oleh Kejaksaan RI dan itu merupakan pelaksanaan dari pasal 8 ayat (5) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI," kata Isnaeni saat dihubungi, Selasa (11/8/2020).

Isnaeni memastikan kebijakan tersebut tak ada kaitannya dengan kasus dugaan gratifikasi jaksa Pinangki Sirna Malasari yang tengah ditelisik oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus).

"Tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan jaksa PSM," tukasnya.

Dalam surat pedoman tersebut, latar belakang Kejaksaan Agung menerbitkan surat itu karena jaksa seringkali berada dalam situasi yang tidak menguntungkan dari segi keamanan baik harta benda, keluarga bahkan jiwanya sendiri sehingga memerlukan perlindungan hukum.

"Bahwa salah satu bentuk perlindungan terhadap profesi Jaksa diwujudkan dalam bentuk pemberian izin oleh Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana pada saat melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-undang," sebagaimana bunyi latar belakang pedoman tersebut.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved