Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Djoko Tjandra

Status Perkara Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra Naik Menjadi Penyidikan

Kepolisian juga akan menjerat pelaku dengan pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam melakukan tindak kejahatan.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews/JEPRIMA
Buronan kasus hak penagihan pengalihan hutang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra saat tiba di Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020). Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo memimpin langsung penjemputan buronan 11 tahun itu. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menaikkan status perkara dugaan penghapusan red notice terpidana korupsi Djoko Tjandra dari penyelidikan menjadi penyidikan. Meski status perkara sudah naik jadi penyidikan, polri belum menetapkan satupun tersangka.

"Pada hari Rabu pada 5 Agustus, kasus daripada ini (penghapusan red notice, Red) dinaikkan menjadi tahap penyidikan. Tentunya di tahap penyidikan ini serangkaian langkah penyidik mencari pelakunya. Siapa yang melakukan," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (6/7/2020).

Dalam kasus ini, Argo mengatakan kepolisian menduga adanya aliran dana yang diterima atau diberikan sebagai imbalan dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra.

"Kontruksi hukum yang dipersangkakan adalah dugaan penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara terkait pengurusan penghapusan red notice atas nama Djoko Sugiarto Tjandra yang terjadi pada bulan Mei 2020 sampai dengan bulan Juni 2020," jelasnya.

Baca: KPK Didorong Proaktif Usut Dugaan Suap Skandal Pelarian Djoko Tjandra

Lebih lanjut, Argo mengatakan penetapan status kasus itu setelah kepolisian melakukan gelar perkara selama beberapa pekan terakhir. Gelar perkara itu diikuti langsung oleh lintas divisi polri.

"Gelar perkara ini diikuti dengan selain dari penyidik kita sendiri diikuti dengan Irwasum, Divisi Propam dan Biro Wassidik Bareskrim. Jadi intinya, kemarin dari Tipikor melakukan penyidikan, setelah itu baru digelarkan dan sekarang sudah naik menjadi penyidikan," pungkasnya.

Dalam kasus tersebut, Polri menjerat pelaku dengan pasal berlapis. Di antaranya pasal 5 ayat 1, pasal 2, pasal 11, pasal 12 huruf A dan b, pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Selain itu, kepolisian juga akan menjerat pelaku dengan pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam melakukan tindak kejahatan.

Sebagai informasi, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis telah mencopot jabatan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Pencopotan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal Jumat (17/7/2020). Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.

Diduga, pencopotan jabatan tersebut buntut dari adanya polemik keluarnya surat penghapusan red notice terhadap buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.

Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane mengatakan Brigjen Nugroho Wibowo dituding memiliki dosa yang lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetijo.

Ia mengeluarkan surat terkait penyampaian penghapusan interpol red notice Djoko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi.

Hal tersebut tertuang dalam surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020. Salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tertanggal 16 April 2020 kepada NCB Interpol yang meminta pencabutan red notice atas nama Joko Tjandra.

"Surat itu dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Begitu mudahnya, Brigjen Nugroho membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia itu," jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved