Politikus PKS Sebut RUU Cipta Kerja Picu Pelemahan Sektor Pertanian Dalam Negeri
Slamet menyebut Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja berpotensi melemahkan pertanian dalam negeri di masa mendatang.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKS Slamet menyebut Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja berpotensi melemahkan pertanian dalam negeri di masa mendatang.
Ia menjelaskan, salah satunya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, yakni diubahnya ketentuan terkait pelaku usaha wajib mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dalam negeri, menjadi pelaku usaha di bidang hortikultura dapat memanfaatkan sumber daya manusia dalam negeri dan luar negeri.
Baca: Polemik yang Timbul Akibat RUU Cipta Kerja Harus Dihindari
Baca: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Akan Demo Tiap Pekan Hingga 14 Agustus 2020
“Implikasinya, aturan tersebut berpotensi menjadi pintu masuk bagi tenaga kerja asing, khususnya bidang pertanian hortikultura, yang akan berdampak tersisihnya tenaga kerja lokal. Terlebih lagi jika investornya berasal dari luar negeri,” kata Slamet kepada wartawan, Jakarta, Kamis (30/7/2020).
Selain itu, kata Slamet, muatan RUU Cipta Kerja lainnya juga berpotensi melemahkan pertanian dalam negeri, yaitu diubahnya ketentuan terkait usaha hortikultura yang dilaksanakan dengan mengutamakan penggunaan sarana hortikultura dalam negeri, menjadi penggunaan sarana hortikultura yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
“Implikasinya, berpotensi membuka keran impor sarana pertanian (benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain) secara ugal-ugalan tanpa memperhatikan kondisi dalam negeri. Pola impor seperti ini akan mendorong negara menjadi sangat tergantung kepada asing,” ucap Slamet.
Terakhir, Slamet juga mengungkapkan soal diubahnya ketentuan terkait usaha hortikultura yang wajib memiliki perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Padahal, sebelumnya perizinan usaha tersebut dikeluarkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
“Ini mereduksi peran dan kewenangan pemerintah daerah terkait perizinan. Pola seperti ini berpotensi merusak tatanan bernegara di era reformasi, yang salah satu semangatnya adalah otonomi daerah yang tertuang dalam UUD NRI 1945 amendemen ke-4 Pasal 18,” paparnya.