Pilkada Serentak 2020
Muncul Politik Dinasti, Perludem Minta KPU Eksplorasi Visi-Misi Calon Kepala Daerah
Selain itu, kata Titi, ketahui kapasitas dari calon kepala daerah, terutama melalui visi misi yang selama ini hanya dianggap formalitas.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut diperlukannya eksplorasi visi misi calon kepala daerah pada Pilkada 9 Desember 2020.
Hal tersebut dinilai Titi untuk menguji kemampuan calon-calon kepala daerah yang memiliki hubungan kerabat dengan pejabat publik maupun partai politik.
"Yang sudah kadung terjadi politik dinasti, masyarakat harus bisa akses seluas-luasnya soal informasi dan rekam jejak calon. Sehingga tahu, dia kerabatan dengan siapa," ujar Titi saat acara diskusi terkait UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Baca: Diajak PKS untuk Lawan Gibran dalam Pilkada Solo, Achmad Purnomo: Sudah Tidak Mungkin Lagi
Selain itu, kata Titi, ketahui kapasitas dari calon kepala daerah, terutama melalui visi misi yang selama ini hanya dianggap formalitas.
"Oleh karena itu di dalam Pilkada 2020, harapannya KPU itu betul-betul menekankan kemampuan pengelolaan Pilkada, kompetisi yang bisa mengeksplorasi visi misi program yang dibawa oleh kandidat," papar Titi.
"Jadi proses debat, dari juga uji kapasitas dan kompetensi calon, itu benar-benar diseriusi oleh KPU, sehingga walaupun dia bagian dari politik kekerabatan, publik itu bisa tahu, apa sih sebenarnya agenda yang dia bawa, dia tuh punya kapasitas atau tidak sih," sambung Titi.
Baca: Sikap Jokowi soal Kerabatnya di Pilkada 2020: Bicara dengan Surya Paloh hingga Undang Pesaing Gibran
Ia menilai, kepala daerah yang tidak memiliki kemampuan baik, hanya akan membebani negara dan tidak dapat membangun daerah menjadi lebih baik ke depannya.
"Kapasitas calon harus benar-benar dibedah, Pilkada di masa pandemi biayanya mahal, sayang sekali kalau calon yang dihadirkan, sudah politik kekerabatan, kapasitasnya tidak memadai untuk memimpin daerah di tengah masa krisis dan yang paling ironi kalau sampai kotak kosong," paparnya.