Kasus Novel Baswedan
Amnesty International Sebut Proses Hukum Penyerangan Novel Baswedan Seperti Sandiwara Bermutu Rendah
Usman Hamid memberikan tanggapannya terkait vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap dua pelaku penyerangan Novel Baswedan.
Kedua pelaku ditangkap pada 26 Desember 2019, lebih dari dua tahun sejak penyerangan terjadi.
Saat ditangkap, kedua pelaku masih berstatus anggota Brimob aktif.
Sebelum serangan, Novel adalah Ketua Wadah Pegawai KPK yang cukup kritis terhadap upaya untuk memperkerjakan lebih banyak petugas polisi sebagai penyidik KPK.
Amnesty International Indonesia berpandangan penting juga untuk diingat bahwa Novel Baswedan telah mengusut kasus-kasus korupsi besar yang menyebabkan sejumlah anggota legislatif maupun pejabat eksekutif di tingkat lokal dan nasional, hingga perwira tinggi kepolisian dan beberapa Menteri dibawa ke hadapan meja hijau.
Selama kariernya, Novel juga telah menerima berbagai ancaman serangan fisik dan juga tuduhan pencemaran nama baik yang ke semuanya tampaknya ditujukan untuk mengganggu investigasi kasus korupsi yang dia lakukan.
Amnesty International Indonesia menilai penyelidikan kasus novel berjalan sangat lamban hingga pada akhir tahun 2018, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kepolisian dalam laporannya tentang proses penyidikan pidana atas kasus Novel, yang membuat Kapolri saat itu membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta guna menyelesaikan kasus tersebut pada 8 Januari 2019.
Walaupun Tim itu terdiri dari 65 orang dengan berbagai latar belakang, seperti polisi, anggota KPK, dan ahli-ahli lain, ketika mandat tim selesai pada 7 Juli 2019, Amnesty International mencatat bahwa mereka tidak mengidentifikasi satu pun tersangka.
Amnesty International juga berpandangan serangan terhadap Novel merupakan bentuk pelanggaran HAM.
Menurut Amnesty International Indonesia mereka yang berprofesi sebagai petugas penegak hukum juga merupakan pembela HAM sejauh ia ikut mendorong upaya-upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Hal itu antara lain melalui pemberantasan korupsi, sebuah kejahatan yang bisa berakibat pada hilang atau berkurangnya kapasitas dan sumber daya negara guna memenuhi hak-hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut Amnesty International Indonesia para korban pelanggaran hak asasi manusia berhak atas hak pemulihan yang efektif.
Amnesty International Indonesia mencatat Pasal 8 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menetapkan bahwa "Setiap orang memiliki hak atas pemulihan dari tindakan yang melanggar hak-hak dasar yang dilindungi oleh Konstitusi atau oleh hukum."
Sementara Pasal 2 ayat 3 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dengan jelas menyatakan bahwa “Siapa saja yang hak atau kebebasannya dilanggar berhak mendapatkan pemulihan yang efektif” dan bahwa “Setiap orang berhak mengklaim hak pemulihan melalui otoritas peradilan, otoritas legislatif yang kompeten, atau otoritas kompeten lainnya yang disediakan oleh sistem hukum di dalam suatu negara."
Amneaty International Indonesia berpandangan, sebagai salah satu anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia memenuhi komitmen untuk melindungi para pembela hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Pembela HAM yang disepakati 22 tahun silam melalui resolusi Sidang Umum PBB.
Diberitakan sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menjatuhkan vonis kepada kedua terdakwa penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.