Virus Corona
Tepatkah Aturan Rapid Test bagi Calon Penumpang? Ini Penjelasan Jubir Satgas Covid-19 RS UNS
dr Tonang Dwi Ardyanto mengatakan tidak tepat jika calon penumpang pesawat harus menunjukkan surat keterangan uji rapid test.
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan tidak tepat jika calon penumpang pesawat harus menunjukkan surat keterangan uji rapid test.
Namun, menurutnya yang tepat yakni menunjukkan surat keterangan uji polymerase chain reaction (PCR).
Hal itu disampaikan Tonang dalam Obrolan Virtual (Overview) Tribunnews.com, Kamis (2/7/2020).
Ia menyampaikan, sebenarnya penyebutannya bukan rapid test, tapi tes antibodi.
Tes antobodi tersebut membantu mengetahui apakah seseorang pernah terinfeksi Covid-19 atau belum.
"Sudah banyak kita kenal penyebutannya dengan rapid test, tapi yang paling benar adalah tes antibodi," ungkapnya, dikutip dari siaran langsung YouTube Tribunnews.com, Kamis.
"Tingkat akurasi penggunaan tes antibodi ini bukan untuk diagnosis."
"Tapi membantu kita apakah sudah pernah kena (Covid-19) atau belum," terang Tonang.
Baca: Layanan Drive Thru Rapid Test Covid-19 Kini Buka di Kawasan Bandara Soetta
Baca: Menhub Budi Karya Minta Kemenkeu Subsidi Rapid Test untuk Masyarakat
Baca: INACA Menyambut Baik Fasilitas Rapid Test Covid-19 yang Disediakan Maskapai

Hasil tes antibodi disebut akurat, jika seseorang tersebut telah terinfeski Covid-19 sekitar dua minggu.
"Maka kalau tes antibodi mengatakan bahwa kita reaktif, maka kita sudah pernah kena (Covid-19)."
"Kalau sudah pernah kena, maka ada waktu satu dua minggu, lalu tes antibodi akan memberikan akurasi tinggi," jelasnya.
"Tapi kalau baru kena (Covid-19) beberapa hari, maka hasilnya non reaktif, atau akurasinya rendah," lanjut jubir Satgas Covid-19 RS UNS tersebut.
Syarat Rapid Test bagi Calon Penumpang Pesawat
Tonang mengatakan, hasil rapid test yang reaktif berarti orang tersebut sudah selesai terinfeksi Covid-19.
"Orang yang tes antibodinya menunjukkan reaktif, berarti dia sudah pernah kena infeksi."
"Maka dia cenderung aman, karena sudah pernah kena dan selesai infeksinya," ungkapnya.
Baca: Tara Basro Gelar Tes Rapid Massal untuk Sahabatnya Sebelum Makan Bersama Rayakan Pernikahannya
Baca: Masih Dianggap Merugikan, Aturan Wajib Rapid Test Calon Penumpang Digugat Lagi ke MA
Baca: Pemkab Bogor Gelar Rapid Test ke Warga yang Datangi Pentas Dangdut Rhoma Irama di Pamijahan

Menurutnya, hasil tes PCR bisa lebih akurat untuk mengetahui apakah calon penumpang terinfeksi virus corona atau tidak.
"Kalau menggunakan tes antibodi sebagai filter keamanan terbang, sebetulnya tidak tepat."
"Yang tepat PCR-nya, karena menggambarkan kalau PCR-nya positif berarti masih ada virus di dalam tubuhnya," terang Tonang.
Sehingga, orang yang memiliki hasil tes PCR positif Covid-19, maka dilarang untuk menggunakan pesawat.
"Kalau masih ada virus berarti dia ada potensi untuk menularkan."
"Jadi kalau di tes PCR positif, tentu tak boleh terbang karena berpotensi untuk menularkan," katanya.
"Tapi kalau tes antibodinya yang reaktif, berarti dia sudah memunculkan antibodi, itu mestinya malah aman," imbuh Tonang.
Diketahui, penumpang wajib menunjukkan surat keterangan uji rapid test dengan hasil non-reaktif yang berlaku tiga hari pada saat keberangkatan.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Baca: Ketatnya Aturan TC Timnas U-16: Tes PCR dan Empat Kali Tes Rapid, Ke mana Pun Disemprot Disinfektan
Baca: Dokter Tim Nilai Kewajiban Rapid Test Bisa Rugikan Persib Bandung, Bomber Maung Bisa Selalu Reaktif
Baca: Aturan Baru Rapid Test Berlaku 14 Hari Kembali Dituntut ke Mahkamah Agung Hari Ini
(Tribunnews.com/Nuryanti)