Kamis, 2 Oktober 2025

Kebijakan Negara Dianggap Belum Memihak Pangan di Pulau Kecil

Persoalan pangan dalam masa pandemi Covid-19 ini sangat penting, karena pandemi ini diperkirakan akan berdampak langsung terhadap ketersediaan pangan

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
Suasana webinar yang digelar Peragi Maluku, Selasa (30/06/2020). (Ist) 

Untuk itu, kata Engelina, semua pihak harus berupaya sekecil apapun untuk mewujudkan kedaulatan pangan lokal. 

Namun, Engelina berharap, semua pihak terutama pemerintah memberikan perhatian terhadap pangan local. 

"Kami dengan berbagai keterbatasan memfasilitasi, misalnya mengirim ilmuwan dari Ambon ke Korea dan Jepang untuk membicarakan pangan lokal. Begitu juga, setelah muncul pandemi, kami coba berinisiatif untuk melakukan sosialisasi dan mendorong pembukaan kebun contoh di Maluku,” kata Engelina.

Guru Besar Faperta Unpatti, Prof. John Riry mengatakan, Maluku memiliki potensi tumbuhan sagu. Bahkan, Indonesia merupakan pemilik lahan sagu terbesar di dunia. 

Baca: Wagub Maluku Barnabas Orno Polisikan Sebuah Media Online yang Beritakan Dirinya Dalang Aksi Demo

Tapi, kenyataannya sagu seperti ditinggalkan, meski memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan pangan lain.

“Kepedulian terhadap tanaman sagu sangat rendah di Maluku, karena meski produksi tinggi tapi konsumsinya rendah. Justru pada 2016, produksi sagu juga cenderung menurun. Ini jadi keprihatinan kita semua,” kata John Riry.

Namun, John Riry melihat, sagu memiliki potensi sangat ebsar baik sebagai sumber pangan maupun non pangan. 

Dia meminta agar pemerintah jangan hanya fokus soal padi atau beras, tapi juga harus memberikan perhatian untuk pengembangan sagu. 

“Sagu ini tanaman asli kita. Hanya butuh perhatian pemerintah dari aspek teknologi dan investasi,” jelasnya.

Dekan Fakultas Universitas Pertanian (Faperta) Unpatti Prof. Dr. J.M. Matinahoru ketika menutup webinar, berharap seminar ini bukan sekadar agar narasumber dapat menyampaikan pikiran dan pengalamannya,  dan para peserta mendengar saja. 

Tetapi harus ada pemikiran dan tindak lanjut  bagaimana hasil seminar ini bisa berpengaruh terhadap ketersediaan pangan lokal yang berdaulat di Indonesia.  

Baca: Di Masa Pandemi, Ini Saran dari Dokter Ahli untuk Penderita Asma

 Menurut Matinahoru, kalau mempelajari struktur anggaran APBN dan APBD tiap daerah/provinsi, alokasi anggaran untuk sektor pertanian sangat rendah. 

Dari alokasi yang rendah itu kira-kira 80 persen anggaran lebih difokuskan untuk pengembagan pangan nasional berupa padi, jagung dan kedele. 

Akibatnya alokasi anggaran untuk pangan lokal hampir tidak ada, karena sisa 20 persen tersebut dipakai juga untuk kepentingan lain di sektor pertanian. 

“Jadi saya sangat berharap bagaimana Peragi dapat berjuang  pada tingkat nasional maupun lokal agar politik anggaran sektor pertanian dapat dirubah dengan regulasi yang kuat sehingga para pengambil kebijakan bertekud lutut,” kata Matinahoru.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved