Ini Sejumlah Usulan Fraksi PKS dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu
Fraksi PKS mengajukan sejumlah usulan dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKS mengajukan sejumlah usulan dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu), yang saat ini sedang dilakukan penyusunan draf dan tahap penyampaian masukan fraksi.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, sejumlah usulan yang disampaikan PKS dengan berpijak pada sejumlah argumentasi, untuk menghadirkan pemimpin yang semakin berkualitas.
"Sejumlah pijakan yang menjadi dasar catatan kritis PKS, antara lain pentingnya demokrasi yang semakin terlembaga, penguatan representasi atau keterwakilan, hadirnya pemimpin berkualitas, dan penguatan agenda reformasi terutama amanat anti KKN atau politik bersih," kata Jazuli kepada wartawan, Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Jazuli menjelaskan usul resmi Fraksi PKS terhadap sejumlah isu krusial yaitu:
Pertama, sistem pemilu proporsional terbuka.
Menurutnya, tidak ada sistem yang ideal, tapi sistem pemilu proporsional terbuka yang selama ini berjalan lebih menjamin demokrasi dan memastikan representasi yang lebih kuat bagi rakyat.
"Relasi konstituensi antara rakyat dan wakilnya lebih baik karena rakyat dapat memilih langsung, siapa yang layak mewakilinya dan memperjuangkan aspirasinya. Inilah semangat yang kita perjuangkan sejak reformasi 1998," paparnya.
Fraksi PKS menyadari negativitas sistem pemilu apapun, baik terbuka atau tertutup adalah praktik politik uang atau jual beli suara.
Oleh sebab itu, kata Jazuli, PKS menyebut perlu ditekankan sistem integritas Pemilu dengan aturan politik uang yang semakin ketat, pendidikan dan kampanye antipolitik uang yang semakin kuat serta penegakan hukum yang tegas.
Kedua, parliamentary threshold DPR 5 persen.
Jazuli menyebut, PKS berkomitmen pada upaya penyederhanaan partai politik dan sistem kepartaian.
Akan tetapi hal itu harus dilakukan secara bertahap atau gradual dan tidak drastis atau terlampau tinggi. Oleh karena itu, Fraksi PKS mengusulkan PT 5 persen, naik 1 persen dari Pemilu yang lalu.
Ketiga, presidential threshold 5 persen.
Fraksi PKS mengusulkan agar presidential threshold diturunkan sama dengan parliamentary threshold, sehingga setiap partai yang lolos ke Senayan dapat mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden.
"Argumentasinya, pertama, Fraksi PKS ingin menyajikan lebih banyak pilihan calon pemimpin nasional bagi rakyat, mereka bisa saling berkontestasi dan adu gagasan hingga terpilih yang terbaik menurut rakyat," ujar Jazuli.
Kedua, kata Jazuli, semakin banyak calon yang maju otomatis mencegah terjadinya keterbelahan dan perpecahan di masyarakat seperti Pemilu 2019 lalu.
"Melalui desain ini kita berharap minimal ada tiga pasangan calon dan tidak terjadi polarisasi karena hanya ada dua pasang calon," ucapnya.
Keempat, alokasi kursi 3-10 (DPR) 3-12 (DPRD).
Menurut Jazuli, alokasi kursi selama ini sudah teruji baik, pengenalan dan pendalaman rakyat dan relasi konstituensi sudah terbangun baik, sehingga tidak perlu diubah.
Kelima, metode konversi suara menjadi kursi saint lague model (SLM).
Metode yang digunakan dalam Pemilu 2019 ini sudah cukup baik, perhitungan sederhana dan cepat diperoleh hasil sehingga mudah dikontrol oleh semua pihak.
"Selain itu lebih berkeadilan atau proporsional dalam mengkonversi suara rakyat menjadi kursi sehingga tidak perlu diubah," ucap Jazuli.
Keenam, penyederhanaan proses rekapitulasi dengan memanfaatkan fasilitas elektronik (e-rekap).
Jazuli menilai, pemanfaatan e-rekap akan lebih memudahkan dan menyingkat waktu bagi petugas Pemilu daripada jika rekap manual.
"Meski demikian harus tetap ditegaskan bahwa keabsahan dan alas sengketa hasil mutlak merujuk pada C1 manual (C1 Plano)," tutur Jazuli.