Virus Corona
Kebijakan New Normal Dinilai Bias Kelas, Warga Ekonomi Menengah ke Bawah Rentan Terpapar Covid-19
Dalam konteks itu, Herlambang mengatakan kerentanan akan pandemi memang bias kelas
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati HAM dan Pakar Hukum Tata Negara Herlambang Wiratman mengatakan kebijakan pemerintah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 itu bias kelas.
Herlambang merujuk pada penerapan kebijakan masa transisi new normal yang justru membuat penumpukan di angkutan umum massal.
Baca: Jumlah Penumpang MRT Jakarta di Awal Pekan Masa Transisi PSBB Alami Peningkatan Signifikan
"Struktur sosial mana yang aman ketika bicara new normal? Kalau yang nggak berdesak-desakan seperti di kereta dan transportasi umum lainnya ya dia mungkin nggak merasa ada masalah," ujar Herlambang, dalam webinar 'Memahami Dinamika Arah Kebijakan Publik saat Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Hukum dan Politik', Rabu (10/6/2020).
Menurutnya, apa yang disaksikan di stasiun-stasiun Jakarta pada awal penerapan masa transisi tak bisa ditampik akan mempermudah penyebaran Covid-19.
Pasalnya, orang-orang saling bertumpuk, tidak ada physical distancing atau pembatas.
Dalam konteks itu, Herlambang mengatakan kerentanan akan pandemi memang bias kelas.
Dia memaparkan, kerentanan itu hanya bisa dirasakan oleh mereka yang berada di kelas rendah atau kelas yang sebenarnya selama ini memang tidak cukup diuntungkan secara sosial ekonomi.
"Mereka adalah yang bergantung di sektor informal, pekerja yang tidak punya opsi atau alternatif dalam hidupnya, mereka yang terpaksa harus turun keluar dari rumah karena keadaan, karena upaya perlindungannya juga tidak berjalan," kata dia.
"Nah bias kelas ini tidak pernah dipikirkan, ini problemnya adalah karena memang dari awal konsep realisasi progresifnya nggak ada," imbuhnya.
Herlambang menegaskan semua pihak menyadari bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dari segi anggaran.
Namun, seharusnya pemerintah bisa menetapkan pihak mana yang harusnya difokuskan terlebih dahulu proteksinya.
Dari sudut pandang HAM, dia meminta agar pemerintah memikirkan bagaimana dampak hak atas hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas pemenuhan kebutuhan dasar sebagai upaya menjamin penghidupan layak bagi kemanusiaan.
Baca: Rekor Penambahan Tertinggi 1.241 Kasus Positif COVID-19, Achmad Yurianto: Karena Tracing Agresif
"Itu hanya mungkin jika pemerintah menjelaskan dampak seperti apa yang akan terjadi kepada masyarakat. Nah dasar untuk menjelaskan itu yakni jika pemerintah sudah punya evaluasi atas dampak itu sebelumnya," katanya.
"Kalau nggak (punya), saya kira saya bisa mengatakan pemerintah akan mengorbankan warga negaranya," tandasnya.