Pilkada Serentak 2020
Pilkada Serentak 2020 di Masa Pandemi Berisiko Biaya Membengkak & Rawan Penularan, KPU Tetap Siap
Pengamat menilai banyak risiko dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 jika tetap dilaksanakan di masa pandemi virus corona.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat menilai banyak risiko dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 jika tetap dilaksanakan di masa pandemi virus corona (Covid-19).
Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto.
"Kalau (Pilkada Serentak 2020) ini diselenggarakan banyak risiko, kalau risiko bisa diterima rakyat dan pemerintah, ya silahkan saja," ujar Agus kepada Tribunnews melalui sambungan telepon, Rabu (3/6/2020) lalu.
Risiko pertama menurut Agus, biaya Pilkada Serentak akan membengkak.
"Pilkada dalam posisi new normal akan mahal, karena menuntun menggunakan protokol kesehatan Covid-19," ungkapnya.

Baca: PB IDI akan Bantu Pelaksanaan Pilkada Serentak Desember 2020
Menurut Agus, akan ada sejumlah penyesuaian di tempat pemungutan suara (TPS).
"Mungkin nanti TPS harus berjarak, alat coblos juga mesti tidak cukup satu," ujarnya.
Belum lagi dibutuhkannya alat pelindung diri (APD) setidaknya bagi petugas di TPS.
"Butuh hand sanitizer, masker, itu biaya yang tidak ringan, logistik bertambah," ujarnya.
Selain mahalnya biaya, Agus juga menilai potensi penularan Covid-19 juga tinggi.
"Karena hampir seluruh tahapan Pilkada memerlukan kerumunan massa," ungkapnya.
Menurut Agus, yang paling menonjol adalah saat kampanye.
"Kita belum ada model kampanye virtual, KPU juga belum punya pengalaman mengatur seperti itu, publik juga belum terbiasa," ucapnya.
Prediksi Tetap Digelar Tahun Ini
Sementara itu Agus mengungkapkan ada prediksi Pilkada Serentak 2020 dipaksa digelar tahun ini.
Meskipun, kapan pandemi virus corona (Covid-19) berakhir tidak dapat diketahui secara pasti.
Pendapat Agus didasari adanya pasal ambigu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang penundaan Pilkada serentak.
Pasal yang dinilai ambigu tersebut adalah Pasal 201A.
"Saya melihat ini sangat ambigu, dinyatakan kalau pada bulan Desember 2020 pandemi Covid-19 belum berakhir maka Pilkada bisa ditunda sepanjang disepakati," ungkapnya.
Baca: Bertemu Mendagri, Dubes Korsel Berbagi Pengalaman Gelar Pemilu saat Pandemi
Berikut bunyi Pasal 201A dalam Perppu tersebut:
Pasal 201A
(1) Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1).
(2) Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada bulan Desember 2020.
(3) Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.
Menurut Agus, jika memang pasti ditunda seharusnya tidak perlu ada pasal tersebut.
"Kalau pasti, kenapa ada pasal itu, artinya pemerintah ada opsi kalau pandemi belum berakhir bisa jadi tidak di bulan Desember," ujarnya.
Agus menilai, ada kecenderungan Pilkada Serentak akan tetap dilaksanakan Desember 2020 nanti.
"Dugaan saya pemilu (Pilkada Serentak) akan dipaksakan di 2020," ungkapnya.
Hal ini, menurut Agus, terlihat dari akan dimulainya tahapan Pilkada Serentak pada bulan Juni ini.
Dikutip dari Kompas.com, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana memulai tahapan pilkada lanjutan pada 15 Juni 2020.
Baca: PAN Minta KPU Segera Revisi PKPU Soal Aturan Kampanye Virtual Pilkada Serentak 2020
Tahapan dilanjutkan setelah hampir 3 bulan tertunda akibat pandemi Covid-19.
Sebagaimana bunyi rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan, program dan jadwal pilkada, tahapan lanjutan akan dimulai dengan pembentukan petugas ad hoc.
Artinya, KPU akan mengaktifkan kembali dan melantik panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS).
Untuk diketahui, Pilkada Serentak 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia.
Meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Hari pemungutan suara Pilkada awalnya akan digelar pada 23 September.
Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020 sesuai dengan Perppu tersebut.
Agus juga mengungkapkan hal ini dikuatkan dengan statement Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Apalagi pernyataan Pak Jokowi berulang kali menyebut kita harus berdamai dengan corona sepanjang belum adanya anti virus dengan istilah kenormalan baru yang mungkin sulit dipahami masyarakat," ujarnya.
Baca: Pilkada Serentak untuk Jamin Kelangsungan Pemerintahan Daerah
KPU Mengaku Siap
Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menegaskan kesiapan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
"KPU siap untuk menyelenggarakan dengan baik. Kami siap untuk melaksanakan Desember 2020. Butuh dukungan semua pihak dan syarat-syarat yang KPU tidak mampu memenuhi sendiri," kata Arif dalam sesi diskusi Webinar New Normal: Pilkada 9 Desember 2020 (Pilkada Aman Covid-19 dan Demokratis), Selasa (9/6/2020).
Penyelenggaraan pesta demokrasi di tingkat daerah itu akan digelar sesuai tahapan protokol kesehatan virus corona atau Covid-19.
Tahapan Pilkada pascapenundaan akibat Covid-19 akan dimulai pada 15 Juni 2020.
Sedangkan, tahapan pemungutan suara akan dilakukan pada 9 Desember 2020.
Pada saat ini, Arief mengaku, sudah mempersiapakan dua peraturan KPU (PKPU) yang menjadi payung hukum pelaksanaan Pilkada di masa pandemi Covid-19.
PKPU pertama, yaitu PKPU tentang Perubahan Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.
PKPU kedua, yaitu PKPU tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Kondisi Bencana Nonalam,
"Kedua peraturan KPU sedang dalam proses finalisasi. PKPU pertama tinggal diundangkan. Yang kedua sudah sampai uji publik. Yang kedua tinggal harmonisasi dengan DPR dan diundangkan," tutur Arief.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P/Glery Lazuardi ) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)