Sabtu, 4 Oktober 2025

Rusuh di Amerika Serikat

LBH Jakarta: Kasus George Floyd Harus Jadi Pembelajaran bagi Polri 

Berdasarkan catatan LBH terdapat beberapa peristiwa dugaan penyiksaan oleh Polisi yang terjadi pada 2019

AFP/JOSE LUIS MAGANA
Pengunjuk rasa membentangkan spanduknya dalam aksi demonstrasi di depan Gedung Putih, Washington DC, Jumat (29/5/2020). Amerika Serikat dilanda kerusuhan hebat, pasca meninggalnya George Floyd akibat kehabisan nafas, setelah lehernya ditindih seorang petugas Polisi Minneapolis dalam sebuah penangkapan. AFP/JOSE LUIS MAGANA 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kepala Advokasi dan juga pengacara publik LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora memberikan tanggapannya terkait kematian warga keturunan Afrika-Amerika, George Floyd yang memicu aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Amerika Serikat.

Dia menilai penyiksaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian Minneapolis, negara bagian Minnesota, Amerika Serikat itu menjadi pembelajaran bagi seluruh institusi kepolisian di seluruh dunia, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Baca: Ribuan Demonstran Ditangkap Terkait Kematian George Floyd, Antifa Disebut-sebut di Balik Kerusuhan

Pasalnya, masih adanya sejumlah peristiwa dugaan sejumlah penyiksaan yang dilakukan aparat kepolisian.

Berdasarkan catatan LBH, terdapat beberapa peristiwa dugaan penyiksaan oleh Polisi  yang terjadi pada 2019. 

Di antaranya, penyiksaan pada aksi May Day 2019 di Bandung, Jawa Barat.

Pada peristiwa ini anggota kepolisian melakukan tindakan represif terhadap massa aksi dan  2 (dua) orang jurnalis  menjadi korban kekerasan oleh anggota kepolisian.

"Aksi 21-22 Mei 2019 di depan gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (“Bawaslu”). Aparat kepolisian melakukan kekerasan terhadap massa aksi berikut dengan aksi salah tangkap dan penyiksaan terhadap 29 (dua puluh Sembilan) orang petugas satuan pengamanan pusat perbelanjaan Sarinah dan 9 (sembilan) orang meninggal diantaranya akibat tembakan peluru tajam;" tulis Nelson dalam siaran pers yang diterima Tribun, Senin, (1/6/2020).

Belum lagi Peristiwa aksi #Reformasi Dikorupsi pada tanggal 24 hingga 30 September 2019. Sebanyak 390 (tiga ratus sembilan puluh) peserta aksi mengalami penyiksaan oleh anggota kepolisian. 

LBH Jakarta juga mencatat, 3 tahun terakhir terjadi 34 Kasus penyiksaan yang diadukan ke LBH Jakarta dengan pelaku kepolisian.

Catatan Laporan HAM YLBHI 2019 mengungkap 78 kasus pelanggaran dalam aksi demonstrasi sepanjang 2019 di Indonesia dengan 51 Korban Tewas dan 44 orang diantaranya tewas misterius karena tidak ada informasi resmi yang dikeluarkan.  

Selain itu, terdapat 144 (seratus empat puluh empat) kasus pelanggaran hak fair trial, 56 (lima puluh enam) kasus di antaranya adalah Penyiksaan.

Salah satu kasus yang mencuat adalah ditembak matinya Mahasiswa Universitas Halu Huleo oleh Kepolisian di Kendari, Sulawesi Tenggara. 

"Parahnya, enam orang pelaku hanya diberikan sanksi etik dan hanya seorang yang diproses secara pidana. Itupun tidak ada atasan yang diproses karena tidak ada pengungkapan berdasarkan rantai komando," katanya.

 Menurutnya, berbagai peristiwa di atas semestinya tidak terjadi, mengingat Indonesia  sudah memiliki  aturan hukum yang melarang praktik penyiksaan yaitu Pasal 28 huruf g ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia  Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved