Cerita Sedih ABK WNI: Makan Ikan Sebulan Hanya 2 Kali hingga Minum dari Sulingan Air Laut
"Kita kerja di kapal ikan, tapi makan ikan cuma 1-2 kali dalam sebulan. Betul ini," kata ABK Lasiran
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sembilan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dari kapal berbendera China tiba di Indonesia, pada Jumat (29/5/2020) malam.
Kepulangan mereka kembali ditemukan cerita menyedihkan, seperti yang dialami Lasiran yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah.
Ia mengatakan ABK WNI yang bekerja di kapal tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman yang layak.
Mirisnya lagi para ABK yang bekerja di kapal ikan, bahkan jarang mengonsumsi ikan hasil tangkapannya.
"Kita kerja di kapal ikan, tapi makan ikan cuma 1-2 kali dalam sebulan. Betul ini," kata ABK Lasiran dalam keterangannya.
ABK terkadang makan-makanan busuk hingga minum dari sulingan air laut.
"Yang dimakan sayur busuk, kacang, cumi gosong, jemur ikan teri setelah kering dibuang, nasi campur air tak ada rasa sama sekali dan minum dari sulingan air laut," lanjut Lasiran.
Salah satu ABK asal Bandung bernama Nugi mengaku bekerja sebagai ABK selama tujuh bulan.
Berangkat kerja keluar negeri di tangan calo menjadi pelajaran berharga baginya. Ia pun mengaku jera.
Selain bekerja tak sesuai kontrak kerja, ia juga makan makanan tak layak selama di atas kapal, penghasilannya pun banyak sekali memperoleh potongan.
"Kami berangkat dari calo, jadi pikiran kita cuma duit dan duit, tak ada perlindungan dari agency. Ini pelajaran berharga agar kalau mau berangkat pelajari kontrak kerja sebagai awak kapal dan cek perusahaan secara teliti," ujarnya.
Menteri Ketenagakerjaan berpesan kepada para ABK agar memetik pelajaran dan pengalaman apabila ingin bekerja keluar negeri menjadi ABK.
Para ABK diminta mempelajari secara seksama kontrak kerja sebelum berangkat dan pelajari kredibilitas dan legalitas perusahaan.
"Pemerintah melakukan berbagai upaya agar semua cerita menyedihkan tentang penderitaan dan kekerasan terhadap ABK Indonesia tidak terulang lagi, termasuk memperkuat aspek regulasi dan pengawasan, "kata Ibu Ida.