Pilkada Serentak 2020
Rencana Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Pemerintah Dinilai Sudah Stres
Ujang Komaruddin menilai penetapan Pilkada pada 9 Desember 2020 merupakan bentuk keputusasaan pemerintah
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menilai penetapan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 merupakan bentuk keputusasaan pemerintah dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19.
Ujang menyebut, Pilkada di saat wabah virus corona yang belum tentu mereda pada akhir tahun ini, menang sudah direncanakan pemerintah dengan mengikuti penerapan new normal atau tatanan normal baru pada Juni 2020.
Baca: Jokowi: Pandemi Covid-19 akan Mengubah Tren Pariwisata
"Jadi kalau new normal-nya di laksanakan Juni dan tahapan Pilkada juga akan dimulai Juni," kata Ujang saat dihubungi Tribunnews, Kamis (28/5/2020).
"Artinya itu sudah desain pemerintah yang didukung oleh DPR," ucap Ujang.
"Sepertinya pemerintah sudah stres menghadapi virus corona. Jadi masyarakat dipaksa untuk hidup new normal dan dipaksa juga untuk Pilkada di tengah-tengah pandemi," sambung Ujang.
Ujang menilai, pemerintah dan DPR saat ini berpikir pragmatis, karena vaksin Covid-19 saja belum ditemukan dan tidak tahu pandemi ini akan berakhir sampai kapan.
"Oleh karena itu, rakyat diminta berdamai dengan corona dan rakyat diminta untuk siap-siap memilih kepala daerah pada 9 Desember 2020," ucap Ujang.
Baca: Tren Pariwisata Berubah, Jokowi Minta Lihat Benchmark dari Negara Lain
Ujang menilai, pilihan penerapan new normal maupun Pilkada pada akhir tahun sebagai upaya pemerintah dalam menjaga perekonomian dalam negeri tidak semakin buruk.
"Kalau tidak di-new normal-kan, ekonomi akan goncang dan makin hancur dan jika Pilkada diundur lagi, bagi pemerintah tidak akan menyelesaikan masalah," tutur Ujang.