Pilkada Serentak 2020
Rapat Virtual KPU, DPR dan Mendagri Sepakati Pilkada Serentak Tetap Desember
KPU sendiri menyatakan kesiapannya menggelar Pilkada Serentak baik di Desember 2020 atau jika harus diundur
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR bersama pemerintah dan KPU akhirnya sepakat untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada Desember mendatang.
Kesepakatan ini diambil dalam rapat kerja virtual antara Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua KPU Arief Budiman.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Desember 2020 merupakan opsi
pertama dari tiga opsi yang ada antara lain Desember 2020, Maret 2021, dan
September 2021.
"Jadi kita telah sepakat terhadap opsi pertama untuk melaksanakan
pilkada pada Desember 2020," ujar Doli dalam rapat tersebut, Rabu (27/5).
Doli pun mengingatkan agar semua pihak berpedoman terhadap apa yang sudah
disepakati bersama yaitu berkaitan dengan pelaksanaan pilkada dengan menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Selain itu, tetap memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi selama tahapan pilkada berjalan.
Baca: Ketahuan Masuk Jakarta Tanpa SIKM, Tujuh Orang Dikarantina
Baca: Yunarto Wijaya Ungkap Alasan Anies Tolak Pemudik Balik ke Jakarta, Teungku Zul Tulis Sindiran Pedas
Baca: Pemungutan Suara Pilkada Serentak Disepakati 9 Desember 2020
"Ada dua syarat penting, yaitu terkait dengan protokol kesehatan, kepastian pelaksanaan terhadap setiap tahapan dilakukan sesuai dengan apa yang sudah kita sepakati.
Kemudian yang kedua tetap mengutamakan prinsip-prinsip berdemokrasi dalam pelaksanaan pilkada kita," ujarnya.
Di sisi lain, KPU sendiri menyatakan kesiapannya menggelar Pilkada Serentak baik di
Desember 2020 atau jika harus diundur lagi menjadi 2021.
"Pada prinsipnya KPU siap melaksanakan tahapan pilkada lanjutan baik untuk Desember (2020), Maret maupun September (2021).
Untuk pemilihan Desember 2020 tahapannya sudah dilakukan dan akan mulai kembali Juni, itu sudah dilakukan KPU seperti FGD dan uji publik," kata Arief dalam rapat tersebut.
Hanya saja, kata Arief, penerapan protokol kesehatan yang ketat pada pilkada nanti
akan berimplikasi terhadap penambahan anggaran pelaksanaan pilkada akibat.
Misalnya, seperti potensi penambahan TPS akibat berkurangnya kapasitas pemilih di
setiap TPS yang tadinya 800 orang menjadi berkurang. Belum lagi ditambah jaminan
kesehatan seperti alat pelindung diri mulai dari masker dan lain-lain.
"Penambahan TPS dalam rangka physical distancing ini menurut laporan teman-teman (KPU daerah) rasa-rasanya juga agak sulit untuk dilakukan. Tetapi kita masih merancang itu karena minim anggaran," kata Arief.
Arief mengatakan, perlu ada kepastian pendukung anggaran agar pilkada bisa
dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang disepakati bersama sebelumnya.
Pasalnya, anggaran pilkada yang bersumber dari APBD hampir dipastikan tidak bisa
mendapat tambahan.
"Hampir semuanya mengatakan rasa-rasanya sulit untuk meminta
tambahan anggaran dari pemda. Saya tidak tahu ada kalau ada kebijakan khusus dari
DPR dan pemerintah untuk poin pertama ini (terkait kurangnya anggaran)," ujar Arief.
Terkait kurangnya anggaran pelaksanaan pilkada dengan protokol Covid-19, Doli
berjanji Komisi II DPR akan memfasilitasinya agar KPU bisa membahas bersama
dengan pemerintah terkait pengajuan penambahan anggaran pilkada.
"Terkait dengan anggaran kami komisi II DPR tentu akan mendukung apa yang menjadi kekurangan teman-teman penyelenggara untuk memenuhi pelaksanaan pilkada berdasarkan protokol Covid-19 bersama pemerintah," ujarnya.
Di sisi lain Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan ke KPU agar masa
kampanye pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dipangkas menjadi 45 hari dari 71
hari yang diusulkan KPU.
Usulan pemangkasan masa kampanye itu untuk meminimalisir kekurangan anggaran pelaksanaan pilkada dengan standar protokol Covid-19.
Tito juga mengusulkan, tahapan Pilkada mulai bisa dilakukan Juli mendatang, bukan Juni bulan depan seperti usulan KPU.
"Mungkin masa kampanye awalnya (dipangkas) menjadi 45 hari bisa hemat memotong
26 hari kalau bisa dipotong maka otomatis tahapan lanjutan awal bisa di bulan Juli," kata Tito dalam rapat tersebut.
"Kalau mulai 6 Juni (tahapan pilkada lanjutan), perlu sosialisasi untuk itu. Alangkah baiknya kalau tahapan dimulai bulan Juli untuk melakukan persiapan dan ada hal-hal teknis yang harus dikomunikasikan dengan Kemenkes dan Gugus Tugas," lanjut Tito.
Menanggapi usulan Tito itu, Arief Budiman mengatakan bahwa paling lambat tanggal 6
atau 15 Juni tahapan pilkada untuk pelaksanaan Desember 2020 bisa dimulai.
Hal ini
karena mengikuti simulasi yang sudah dilakukan KPU terkait dengan jadwal tahapan
pilkada.
"Untuk Desember 2020, tidak mungkin (Juli), karena KPU sudah melakukan
simulasi. Maksimal 15 Juni harus sudah dimulai tahapannya. Kampanye dimulai sejak
tiga hari setelah ditetapkan sebagai paslon.
Jadi tidak bisa diundur tahapan dari tahapan yang ada, kami pun sudah kurangi durasi masa kampanye dari pilkada-pilkada sebelumnya," tutup Arief.(tribun network/mam/dod)