Anggota DPR: Percayakan Saja Penyaluran Bansos ke Kepala Desa, Jangan ke Yang Lain
Seharusnya pemerintah mempercayakan penyaluran Bansos ini kepada kepala desa dan jajarannya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Biang kerok carut-marutnya pembagian bantuan sosial (Bansos) untuk warga masyarakat terdampak Covid-19 adalah proses pendataan yang tidak akurat.
Banyak warga yang seharusnya berhak mendapatkan bantuan justru tidak terdata. Begitu juga sebaliknya. Warga yang tidak layak mendapatkan Bansos malah terdaftar sebagai penerima bansos.
Anggota DPR Agung Widyantoro mengatakan, pihaknya menerima keluhan dari warga bahwa proses pendataan warga terdampak Covid-19 tidak transparan dan tidak tepat sasaran.
"Seharusnya pemerintah mempercayakan penyaluran Bansos ini kepada kepala desa dan jajarannya. Karena dari tangan merekalah ujung tombak distribusi Bansos lebih tepat sasaran" katanya dalam keteranganya, Kamis (7/5/2020).
Baca: Pernyataan Menhub Membingungkan, Pelonggaran Transportasi Dikhawatirkan Picu Gelombang II Covid-19
Dikatakan anggota DPR yang terpilih dari dapil Kabupaten Brebes, Tegal dan Kota Tegal ini , Kepala Desa lebih paham kondisi dan teritori serta karakter masyarakatnya dan lebih baik gunakan DTKS tahun 2020 yang telah terverifikasi jauh lebih akurat.
Baca: Lion Air Group akan Kembali Terbang Mulai 10 Mei 2020
Menurut Anggota Komisi II (Pemerintahan) ini secara teori DTKS yang digunakan Kementerian Sosial (Kemensos) harusnya menjadi jawaban atas kesemrawutan penyaluran bantuan sosial. Sungguh disayangkan, DTKS tahun 2020 yang sudah terverifikasi justru tidak digunakan sebagai rujukan.
Baca: Menakertrans Bolehkan Perusahaan Tunda Bayar THR, Buruh Menolak Keras
Mantan Wakil Bupati dan kemudian naik menjadi Bupati Brebes ini mengingatkan pemerintah pusat untuk cepat merespon dan bertanggung jawab atas kejadian di lapangan yang justru meresahkan dan membuat gaduh stabilitas sosial di daerah.
"Kalau kemudian di lapangan beberapa kepala desa menemukan kejanggalan-kejnggalan dalam hal distribusi bantuan sosial tersebut maka pemerintah pusat tidak bisa lepas tangan dan mencari kambing hitam dalam sengkarut ini," tukas Agung.
Agung mengingatkan, kalau di lapangan ditemukan sengkarut distribusi bantuan yang salah sasaran mulai data orang yang telah meninggal masuk menjadi penerima Bansos atau orang yang telah lama merantau juga masuk dalam list bantuan dan masih banyak lagi target yang tak tepat sasaran.
"Ini ironi yang harus diakhiri dalam situasi darurat pangan akibat imbas pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan berakhirnya. Kembali saya tegaskan Kemensos harus menggunakan DTKS tahun 2020 yang telah terverifikasi untuk menyudahi karut-marut pembagian Bansos ini," ucap kader militan Beringin ini.
Agung meminta Kepala Daerah memaksimalkan tugas, peran, dan fungsi Kepala Desa sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam menjalankan pendistribusian Bansos. Dengan begitu pembagian berjalan cepat, tepat, akurat, terukur dan menyeluruh.
"Kepala Desa mengetahui secara pasti data penduduk yang rentan sakit, penduduk yang mengalami PHK, penduduk yang pendapatannya rendah, warganya yang bekerja informal atau juga penduduk yang memiliki ketahanan keuangan cukup besar. Mereka (Kades-red) yang paling tahu data yang ada di tangan pusat itu, apakah data lama atau baru. Mereka lebih paham di lapangan," jelas mantan anggota DPRD Brebes ini.
Agung meyakini Kepala Desa dan perangkatnya bisa memilah dan memilih serta menetapkan skala prioritas terkait Bansos ini.
"Terus terang saya tidak rela karena ada kesalahan data pusat tentang distribusi Bansos mengakibatkan Kades berurusan dengan hukum dan harus dipidana," tegas tokoh senior Golkar Jateng ini.
Master Bidang Politik lulusan Unsoed Purwokerto ini mengaku akan siap mengadvokasi para Kepala Desa jika hanya karena distribusi Bansos tidak merata bagi warga yang diakibatkan karena kesalahan data di pusat, ternyata harus berekses kepada krisis kepercayaan terhadap Pemerintahan Desa.
"Publik tentu paham mereka (Kades) telah berdarah-darah merintis dan membangun kepercayaan, kemudian meningkatkan elektabilitas. Lalu seketika saja harus runtuh hanya karena tidak cermatnya elit pusat soal data. Jangan korbankan eksistensi mereka dong," jelas Agung.
Anggota Banggar DPR RI ini juga mengkritisi cara kerja Menteri Sosial Juliari yang harus turun mengecek langsung pembagian sembako di lapangan.
"Memang itu bagus, tapi tidak lantas dengan semudah itu Mensos minta kepada warga untuk mengikhlaskan bantuan yang telah mereka terima kemudian diberikan kepada warga masyarakat lainnya.
Misalnya, tentang beras Raskin sudah terlalu banyak memakan korban atau tumbal aparat Pemerintah Desa.
"Berapa saja aparat Pemerintah Desa yang harus meringkuk dipenjara gara-gara beras Raskin dibagi rata dengan warga yang tidak menerima,"tuturnya.
Dari perspektif Agung, Mensos yang berasal dari kader Banteng ini diakui memberikan ajaran semangat gotong-royong tetapi juga telah menabrak rambu-rambu Konstitusi yakni Undang-Undang, karena apa yang tertulis dalam peraturan juga harus dipertanggungjawabkan dan dijamin bahwa Bansos juga harus sampai kepada yang berhak menerimanya secara utuh.