Virus Corona
Mantan Komisioner KPK Dorong Penegak Hukum Usut Mafia Alkes Corona
"Ini sebenarnya perintah atau warning buat para penegak hukum untuk pelajari lebih lanjut," kata Saut
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mendorong aparat penegak hukum menindaklanjuti dan mengusut mafia bahan baku obat dan alat kesehatan yang sebelumnya disinggung Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Saut mengatakan, pernyataan Erick Thohir dapat diartikan sebagai permintaan kepada aparat penegak hukum mengusut praktik mafia alkes yang menghambat penanganan pandemi Covid-19.
"Ini sebenarnya perintah atau warning buat para penegak hukum untuk pelajari lebih lanjut," kata Saut dalam diskusi daring, Jumat (1/5/2020).
Diketahui, saat meninjau RS Pertamina Jaya di Jakarta, Kamis (16/4/2020), Erick mengaku miris melihat ketergantungan bahan baku obat dan alat kesehatan Indonesia dari luar negeri.
Baca: Mbak Tutut: Ibu Tien Soeharto Meninggal Bukan Karena Tertembak
Erick menilai, ketergantungan ini menjadi persoalan bagi bangsa ketika terjadi situasi yang tidak biasa, seperti pandemi Covid-19.
Erick mengajak semua pihak bersinergi dalam pemenuhan kebutuhan alat-alat kesehatan (alkes), seperti alat bantu pernapasan atau ventilator, yang hingga kini kemampuan domestik untuk menyediakan itu masih terbatas.
Baca: Film Transformer Terbaru Akan Digarap oleh Tangan Dingin Josh Cooley
Bahkan, ia juga mengajak semua pihak untuk berani membongkar dan melawan mafia atau pihak-pihak yang mencoba menghalang-halangi dan tidak menginginkan Indonesia memiliki kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan alat-alat kesehatan dan farmasi.
Baca: Tayang di Netflix, Camila Mendes Jadi Perempuan Kaya Raya di Film Dangerous Lies
Saut mengakui, informasi yang disampaikan Erick masih berupa informasi awal karena tidak menjelaskan secara rinci mafia yang disebutnya.
Namun, informasi awal ini seharusnya dapat ditelusuri dan diusut oleh aparat penegak hukum.
"Informasi awal tapi bisa dikembangkan," kata dia.
Saut mengatakan, penindakan terhadap mafia alkes dapat menjadi momentum bagi aparat penegak hukum.
Tak hanya sebagai upaya membersihkan Indonesia dari praktik korupsi, pengusutan mafia alkes juga penting untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum yang belakangan mulai merosot.
"Ini bisa membangun trust juga. Jadi dengan dilakukan penindakan lebih baik," kata Saut.
Saut meyakini aparat penegak hukum memiliki kemampuan untuk membongkar praktik korupsi terkait sektor alat kesehatan.
Menurutnya, dengan penetapan standar pengadaan alat kesehatan yang cukup sulit akan memudahkan aparat menemukan potensi korupsi.
"Nanti ketemu bentuknya seperti apa. Apakah Kick back atau yang lain. Alkes tidak gampang untuk tentukan standarnya. Begitu berbeda sudah bisa terlihat," ujar dia.
Saut menekankan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 tak dapat menjadi tameng melindungi pejabat korup, meskipun Pasal 27 Perppu tersebut memberikan imunitas atau kekebalan hukum bagi pejabat keuangan dalam mengelola anggaran penanganan corona.
Saut mengingatkan, selain kerugian keuangan negara yang disinggung dalam Perppu itu, terdapat bentuk-bentuk korupsi lain yang tercantum dalam UU Pemberantasan Korupsi yang dapat menjerat penyelenggara negara korup.
"Ada pasal lain yang bisa diterapkan. Hal-hal ini bisa diingatkan. Harus dipahami. Jangan sampai. Ada tujuh bentuk korupsi," katanya.
Saut mengakui dengan nilai total yang mencapai Rp405 triliun, anggaran penanganan pandemi corona rawan diselewengkan dan bahkan dikorupsi.
Terdapat banyak celah terjadinya korupsi dalam penanganan virus corona.
Dikatakan Saut, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2019 hanya meraih skor 38 dari skala 1-100 dengan rapor merah di bidang penegakan hukum dan bidang politik.
Sementara KPK maupun aparat penegak hukum lainnya memiliki keterbatasan sumber daya manusia untuk mengawasi seluruh anggaran tersebut.
Di sisi lain, dalam sejumlah perkara korupsi pengadaan barang dan jasa yang ditangani KPK sejauh ini, kerap ditemukan adanya fee untuk penyelenggara negara yang mencapai 5 hingga 10 persen.
Untuk itu, Saut meminta semua pihak tidak mencuri kesempatan untuk kepentingan pribadi di masa wabah seperti saat ini.
"Jangan ambil yang bukan hak kita," tegasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Umbu Rauta menegaskan, Perppu nomor 1 tahun 2020 bukanlah tameng melindungi pejabat korup.
"Saya tidak melihat Perppu ini untuk melindungi orang yang melakukan korupsi," katanya.
Umbu menekankan, dalam Perppu itu disebutkan frasa 'melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan'.
Dengan demikian, kata Umbu jika tidak beritikad baik dan melanggar peraturan perundang-undangan, pejabat tetap dapat dijerat, termasuk dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kalau tidak itikad baik dan melanggar peraturan perundang-undangan ya dia tidak bisa dilindungi," tegasnya.