Virus Corona
PSI Sarankan Pemerintah Larang Masyarakat Mudik Demi Cegah Penyebaran Virus Corona
“Mereka mudik itu mau bersilaturahmi dan bertemu keluarga. Jadi bagaimana mungkin mengharapkan mereka menjalankan isolasi mandiri?” ujar Nanang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyarankan pemerintah Indonesia untuk melarang pelaksanaan mudik.
“Mudik harus dilarang. Kalau hanya imbauan bisa dipastikan tidak akan efektif. Jika mudik dibiarkan, artinya kita mempertaruhkan ribuan, bahkan puluhan ribu nyawa, rakyat kita di desa-desa, di kampung-kampung,” kata Juru Bicara PSI, Nanang Priyo Utomo, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (3/4/2020).
Baca: Cegah Penyebaran Virus Corona, Jusuf Kalla Imbau Warga Tidak Mudik Lebaran
Kebijakan membolehkan mudik, tapi para pemudik harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari dan berstatus orang dalam pemantauan (ODP) tidak realistis.
“Mereka mudik itu mau bersilaturahmi dan bertemu keluarga. Jadi bagaimana mungkin mengharapkan mereka menjalankan isolasi mandiri?” ujar Nanang.
Nanang menyadari, gelombang mudik dini sudah terjadi.
Namun belum terlambat kiranya jika pelarangan diterapkan sekarang.
Sebab, mereka yang sudah mudik itu kebanyakan pekerja informal.
Pekerja formal masih terikat dengan aturan libur nasional.
PSI setuju dengan usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin mengganti jadwal mudik pada hari libur nasional setelah Idul Fitri.
“Usulan Pak Jokowi tersebut jauh lebih realistis dan rasional. Masyarakat tetap bisa mudik, tetapi waktunya diundur beberapa bulan sampai wabah hilang. Toh esensinya sama, yaitu berkumpul bersama keluarga. Tinggal para menteri terkait menerjemahkan ide tersebut secara tepat dalam rencana yang lebih konkret,” kata kader Nahdlatul Ulama (NU) ini.
Patut diingat, Idul Fitri tahun akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa terkait penyelenggaraan ibadah dalam situasi menyebarnya wabah virus Corona.
Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 itu menyatakan, bila penyebaran Corona sudah dalam kategori membahayakan, masyarakat tidak diperkenankan melakukan ibadah salat secara berjemaah, termasuk salat tarawih dan salat Idul Fitri.
Muhammadiyah juga telah menerbitkan surat edaran yang menyatakan bahwa salat tarawih berjamaah dan salat Idul Fitri dapat ditiadakan jika virus corona masih membahayakan.
“Jika tarawih dan salat Idul Fitri saja ditiadakan, ya tak ada lagi alasan untuk mudik di masa Corona. Sungguh, mudaratnya jauh lebih besar ketimbang manfaatnya. Ditunda saja sampai wabah mereda,” kata Nanang.
Baca: Luhut Binsar Beri Alasan Pemerintah Tak Larang Mudik Saat Corona & Minta Daerah Tak Tolak Pemudik
Juga harus diingat sarana dan prasarana kesehatan di daerah kalah tertinggal dengan di Jabodetabek, baik dari segi jumlah maupun mutu.
“Jika ada ledakan jumlah positif Corona di daerah, kita akan sangat kewalahan. Sebelum itu terjadi, larang mudik sampai Corona mereda,” pungkas Nanang.
Pertimbangan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mempertimbangkan adanya penggantian hari libur nasional, agar masyarakat bisa melakukan mudik di lebaran 2020 mendatang.
Pertimbangan dari Jokowi tersebut untuk membuat masyarakat tak khawatir sebelum hari raya Idul Fitri.
Sebab, puncak penyebaran virus corona diprediksi akan terjadi saat arus mudik lebaran.
"Untuk mudik, ini dalam rangka menenangkan masyarakat, mungkin mengganti hari libur nasional di lain hari untuk Hari Raya, mungkin bisa dibicarakan," ujar Jokowi, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (2/4/2020).
Baca: RS Darurat Covid-19 di Pulau Galang Siap Beroperasi 6 April, Begini Pernyataan Presiden Jokowi
Baca: Dua Menteri Jokowi Serahkan Supres Perppu Penanganan Corona ke DPR
Baca: Jokowi Pastikan Stok Bahan Pokok Aman Jelang Ramadan dan Idul Fitri
Jokowi juga menyiapkan fasilitas untuk para pemudik di hari pengganti.
"Kedua, memberikan fasilitas arus mudik bagi masyarakat pada hari pengganti tersebut," jelasnya.

Selain fasilitas, menggratiskan tempat wisata juga menjadi pertimbangannya agar masyarakat tenang.
"Kemudian bisa di lain hari, juga bisa menggratiskan tempat-tempat wisata yang dimiliki oleh daerah," tambahnya.
"Saya kira kalau skenario-skenario tersebut dilakukan, kita bisa memberikan sedikit ketenangan kepada masyarakat," jelas Jokowi.
Warga Mudik Dini
Jokowi menyampaikan, arus mudik yang lebih dini bukan didorong oleh faktor budaya, melainkan berkurangnya sumber pendapatan warga.
Mengingat, penghasilan pekerja informal menurun drastis di tengah kebijakan tanggap darurat.

Jaring pengaman sosial merupakan kebijakan pemerintah yang harus segera diselesaikan.
Sehingga, antisipasi pembatasan pergerakan orang, dan menjaga jarak aman akan lebih didisiplinkan.
“Ini sesuai dengan protokol kesehatan dengan kedisiplinan yang kuat."
"Saya kira akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jumlah yang positif Covid-19,” jelasnya.
Pengawasan dan pengendalian harus dilakukan di tingkat daerah, terutama di level kelurahan atau desa.
Melalui pemantauan dan laporan yang diterima, Jokowi mulai melihat adanya pergerakan dan kesadaran warga di tingkat tersebut untuk turut berupaya mencegah penyebaran corona yang semakin luas di wilayah mereka.
Baca: Jokowi Berikan Waktu 48 Jam kepada Terawan untuk Selesaikan Aturan Menteri Terkait PSBB
Baca: Demi Ketenangan Masyarakat, Jokowi Siapkan Skenario Pengganti Hari Libur & Gratiskan Tempat Wisata
Baca: Pakar Menduga Jokowi Hindari Karantina Wilayah Karena Konsekuensi Dana, Jubir Presiden: Itu Keliru!
“Saya ingin mendorong agar ada partisipasi di tingkat komunitas, baik itu RW maupun RT."
"Sehingga pemudik yang pulang dari Jabodetabek bisa diberlakukan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) sehingga harus menjalankan isolasi mandiri,” imbuh Jokowi.