Virus Corona
Karantina Wilayah, Risiko dan Dampaknya Bagi Pemerintah Indonesia
Indonesia tak mengenal istilah lockdown tapi konsep karantina wilayah. Apapun langkah yang diambil, ada risiko dan dampak, termasuk pada citra Jokowi
Tim Tribunnews.com Dennis, Glery, Lita, Yanuar, Vincentius
Butuh ketegasan dari pemerintah pusat untuk mengambil langkah karantina yang justru sudah diterapkan lebih dulu oleh sejumlah daerah. Ada risiko dan dampak dari langkah yang akan diambil dalam penanganan pandemi virus corona yang terus menyebar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan agar pemerintah segera memberlakukan karantina wilayah untuk penanganan pandemi virus corona, menguat.
Di jagat maya, tagar #LockdownAtauMusnah sempat meramaikan lini masa twitter yang menyerukan cara itu sebagai jalan menghentikan laju penyebaran Covid-19.
Sejumlah tokoh dan pengamat juga menilai hal yang sama.
Pendiri Lembaga Survei Indonesia Denny JA, menganalisis, cara itu memang semestinya diambil pemerintah mengingat akan ada arus mudik menjelang puasa dan lebaran.
Namun, menurut Denny, Indonesia tak mengenal istilah lockdown tapi konsep karantina wilayah yang diatur dalam Undang Undang Nomor 6 tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Karantina wilayah, kata Denny, merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Namun kini daerah mulai banyak mengambil inisiatif sendiri untuk melindungi wilayahnya. Seperti Solo, Bali, Tegal, Papua dan Maluku.
"Jika Jokowi terlambat bertindak menerapkan karantina wilayah, dan penyebaran virus corona memburuk, sejarah akan menyalahkan Jokowi," kata Denny JA saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (29/3/2020).
Denny JA menerangkan Amerika Serikat dan Itali bisa menjadi contoh.
Dua negara itu mengalahkan Cina dari sisi angka terpapar (AS) dan angka kematian (Itali).
"Salah satu penyebabnya karena pemerintah pusat dianggap lambat memberlakukan sejenis karantina wilayah (lockdown, semi lockdown)," tutur dia.
Hal penting, kata dia, harus ada aturan bahwa arus uang dan barang tetap lancar. Denny bahkan menyatakan Jokowi jangan berhenti di tingkat imbauan.
"Namun harus juga membuat aturan yang memberikan sanksi hukuman fisik atau denda," kata Denny JA.