Virus Corona
Sebaiknya Jokowi Terbitkan Perppu Tunda Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 Karena Pandemi Corona
Perppu tersebut dibutuhkan karena KPU tidak memungkinkan menggelar tahapan Pilkada, termasuk pemungutan suara di tengah pandemi virus corona.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kalangan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Perppu tersebut dibutuhkan karena KPU tidak memungkinkan menggelar tahapan Pilkada, termasuk pemungutan suara di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Sementara untuk menunda Pilkada dibutuhkan revisi atas UU Pilkada, terutama Pasal 201 yang menyebutkan secara rinci Pilkada 2020 digelar pada September 2020.
Baca: Kekacauan dan Ancaman Kelaparan Terjadi di India Setelah Lockdown Diterapkan
Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pandemi virus corona yang masih terjadi saat ini memenuhi syarat kegentingan yang memaksa Presiden dapat menerbitkan Perppu.
Kata dia, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 telah menentukan tiga syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan yang memaksa.
Yakni kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Baca: Hasil Survei Charta Politika: Prabowo Subianto Jadi Menteri Berkinerja Paling Baik
Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum dan kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia.
Hal itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan serta kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama.
Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
Kata Feri, saat ini terdapat kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan persoalan mengenai pelaksanaan Pilkada secara UU. Hal ini lantaran Pasal 201 UU Pilkada telah menyatakan Pilkada digelar September 2020.
Baca: UPDATE Corona Global, Minggu 29 Maret Pukul 20.00 WIB: Amerika Serikat Tertinggi di Dunia
Sementara, KPU tidak dapat membentuk UU untuk menunda Pilkada akibat pandemi corona.
"Ini harus diselesaikan dengan UU, dan KPU tidak bisa mengeluarkan UU," kata Feri dalam diskusi 'Covid-19 Mewabah: Presiden Perlu Segera Terbitkan Perppu Penundaan Pilkada' melalui layanan telekonferensi, Minggu (29/3/2020).
Syarat kedua, ujar Feri, Undang-Undang yang ada saat ini tidak dapat menyelesaikan masalah.
Hal ini lantaran Undang-Undang tidak memberikan alternatif waktu pelaksanaan Pilkada 2020.
Sementara tidak ada yang dapat menjamin pandemi virus corona berakhir pada saat pelaksanaan Pilkada.
"Tidak ada yang menjamin Oktober akan berakhir atau 2021 akan berakhir tidak ada yang menjamin itu. Apalagi di Tiongkok ada second wave corona," ujarnya.
Syarat berikutnya, yakni kekosongan hukum yang terjadi tidak bisa diatasi dengan prosedur pembentukan UU biasa pun terpenuhi.
Hal ini mengingat waktu yang tersisa menuju September 2020.
Apalagi, kata Feri, dengan pandemi corona ini, membuat DPR tidak dapat menggelar rapat membahas revisi UU Pilkada.
"Jadi tiga syarat itu untuk pemerintah dalam hal ini untuk menyatakan hal ihwal kegentingan yang memaksa untuk menyelamatkan Pilkada terpenuhi. Saya tidak melihat DPR bisa menggantikan UU ini. Pertemuan, tentu akan menghadapi potensi anggota DPR terjangkit. Revisi memakan waktu sementara pelaksanaan kian dekat," kata dia.
Menurutnya, tidak ada kerugian bagi seluruh pihak, baik itu pemerintah, KPU, peserta Pilkada, maupun masyarakat sebagai pemilih jika Pilkada 2020 ditunda. Sebaliknya, dengan langkah cepat menerbitkan Perppu, Presiden dan pemerintah dapat menyelematkan Pilkada. Setidaknya, dengan Perppu energi petugas penyelenggara pemilu, maupun anggaran tidak terkuras percuma.
"Jangan sampai seluruh tahapan dengan kondisi ini dilanjutkan tapi kemudian terpaksa berhenti karena meluasnya wabah. Jangan sampai merugikan penyelenggara untuk hal-hal yang tidak pasti. Ada anggaran dan beban psikologis penyelenggara. Jadi pemerintah harus cepat memproses. Tidak ada ruginya. Tinggal keluarkan Perppu," katanya.
Untuk mempercepat proses penerbitan Perppu, Feri meminta KPU proaktif.
Tak hanya berkomunikasi dengan pemerintah, KPU diminta menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) hingga menyusun draf Perppu.
"KPU harus proaktif, bisa bantu dengan kirim DIM untuk terbitkan perppu. Sehingga pemerintah bisa cepat," tutur dia.
Feri mengusulkan, dalam draf Perppu, tidak perlu disebutkan waktu pelaksanaan Pilkada 2020. Hal ini lantaran tidak ada pihak manapun yang dapat memastikan berakhirnya pandemi corona.
Ia juga mengusulkan dalam draf Perppu itu hanya disebutkan jangka waktu bagi KPU untuk menyiapkan tahapan Pilkada setelah pandemi corona dinyatakan berakhir.
"Kenapa? Kalau waktu (yang disebutkan) itu sampai, sementara wabah belum selesai tentu perlu waktu lagi. Kalau pemerintah sudah umumkan Covid berakhir. Dua bulan pengumuman itu, KPU umumkan tahapan Pilkada atau waktu yang diperkirakan KPU cukup untuk menentukan tahapan. Jadi pemerintah memberikan delegasi kepada KPU setelah diumumkan. Sehingga tidak ada yang susah" kata Feri.