Ibu Kota Baru
Rektor UI: Perpindahan Ibu Kota Juga Pernah Terjadi pada Zaman Dinasti dan Kekaisaran
dalam sejarah sejumlah negara yang berawal dari 'Dinasti Kekaisaran', pemindahan ibu kota merupakan hal yang biasa terjadi.
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Rencana relokasi Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) turut melibatkan peran perguruan tinggi dalam mematangkan sejumlah konsep.
Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menggelar Dialog Nasional VII Pemindahan Ibu Kota Negara bertajuk 'Membangun Kualitas Kehidupan Sosial Budaya'.
Dalam agenda yang digelar di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (25/2/2020) tersebut, Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro memberikan pemaparannya mengenai sejarah negara lain yang juga mengalami peristiwa 'pindah ibu kota'.
Menurutnya, dalam sejarah sejumlah negara yang berawal dari 'Dinasti Kekaisaran', pemindahan ibu kota merupakan hal yang biasa terjadi.
Seperti Romawi, China (Tiongkok) hingga Korea yang kini terbagi menjadi dua negara yakni Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut).
Saat terjadi pemindahan ibu kota, ada yang diberi 'label' sebagai ibu kota dan ada pula berlabel khusus yakni ibu kota musim panas.
"Dalam sejarah dinasti-dinasti Kekaisaran Romawi, Tiongkok, Korea, pindah ibu kota itu biasa. Bahkan begitu pindah, itu bisa dinyatakan sebagai satunya ibu kota, satunya lagi ibu kota musim panas," ujar Ari, dalam sambutannya pada acara tersebut.
Ia kemudian menyebutkan Dinasti Joseun, sebuah dinasti di Korea yang didirikan oleh Taejo Daewangyang.
Dinasti ini berlangsung selama 5 abad yakni sejak 1392 hingga 1897.
Kemudian Joseun berganti nama menjadi Kekaisaran Korea Raya, hingga akhirnya punya dua ibu kota.
Padahal sebelumnya Joseun memiliki ibu kota bernama Hanyang yang akhirnya berubah nama menjadi Seoul.
"Contoh adalah Dinasti Joseun, dia punya Pyongyang, punya Seoul, yang dulu namanya Hanyang, ini karena saya dulu sering nonton silat Korea," jelas Ari.
Saat Korea pecah menjadi dua, maka Seoul pun yang sebelumnya berada di tengah, menjadi berlokasi di perbatasan antara Korut dan Korsel.
"Tapi ketika (Korea) pecah, maka kita lihat bahwa Seoul itu ada di perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan, padahal tadinya di tengah-tengah," kata Ari.
Begitu pula yang terjadi di China yang sebelumnya memiliki ibu kota Nanjing, kemudian dipindahkan ke Beijing dan bertahan hingga saat ini.
Serta yang terjadi di Kekaisaran Romawi Kuno yang kini menjadi negara Italia, dulu memiliki ibu kota Konstantinopel, serta perubahan yang terjadi pada Dinasti Tang di China.
Menurutnya, pemindahan IKN merupakan hal yang lumrah dialami banyak negara sejak zaman dulu.
"Demikian juga untuk Tiongkok, ada Beijing, ada Nanjing. Romawi ada Roma dan Konstantinopel, waktu Dinasti Tang ada Chang'an ada Luoyang," papar Ari.
Dalam acara yang digelar Bappenas bekerjasama dengan UI itu, Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa berhalangan hadir dan diwakili oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata.
Sebelumnya, pemerintah memang terus menggodok konsep perencanaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur agar sesuai dengan kondisi alam dan kebutuhan masa depan.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pun telah menggelar agenda Dialog Nasional VI terkait Pemindahan Ibu Kota Negara dengan tema lainnya yakni 'Menuju Ibu Kota Negara Lestari dan Berkelanjutan'.
Hal ini untuk menyampaikan paparan terkait seberapa jauh progress persiapan pemerintah dalam merealisasikan pembangunan ibu kota masa depan ini melalui kementerian/lembaga (K/L) terkait.
Dalam acara itu, Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan nantinya penggunaan moda transportasi di IKN tersebut akan difokuskan pada transportasi publik.
"(IKN) berorientasi kepada transportasi publik," ujar Rudy, dalam acara yang digelar di Gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020) sore.
Menurutnya, karakteristik Kalimantan itu memiliki banyak ruang terbuka hijau (RTH), sehingga itu harus tetap dijaga kelestariannya meskipun pemerintah ingin membangun ibu kota yang berinovasi tinggi.
"Nah alamnya sudah jelas dijaga, landscape-nya seperti apa, baru kita design bangunannya," jelas Rudy.
Rudy menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di bawah koordinasi Menteri Basuki Hadimuljono tengah menyiapkan konsep urban designnya.
"Teman-teman PU juga sedang menyiapkan urban designnya, kita juga prinsip-prinsipnya harus kita tetap pegang. Jangan sampai nanti urban designnya tidak sesuai dengan kondisi alam di sana," kata Rudy.
Terkait penggunaan transportasi publik di IKN nantinya, bisa menggunakan beberapa opsi kendaraan ramah lingkungan, mulai dari mobil listrik hingga sepeda.
"Nanti transportasi publiknya pun, apakah dengan electric car, ataukah dengan public transportation atau dengan sepeda," papar Rudy.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa IKN ini tentunya harus tahan terhadap bencana.
Oleh karena itu, pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pun diutamakan dalam pembangunan calon pengganti Jakarta ini.
"Dan tentunya yang tidak kalah penting adalah (IKN ini harus) adaptif, tangguh, resolusif terhadap bencana," tegas Rudy.
Karena dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, pemerintah memang sangat concern pada mitigasi terkait kebencanaan.
"Karena kita dalam RPJMN ini pun, kebencanaan itu menjadi mainstreaming karena ini sangat penting untuk menjaga kesinambungan ke depannya," pungkas Rudy.
Perlu diketahui, untuk merealisasikan pembangunan IKN di Kalimantan Timur ini membutuhkan lahan seluas 256.000 hektar.