Kamis, 2 Oktober 2025

Banjir di Jakarta

Pengamat: Persoalan Banjir Jakarta Bikin Elektabilitas Anies Baswedan Turun

Anies Baswedan belum bisa menyelesaikan masalah banjir di Jakarta sehingga satu di antaranya menyebabkan elektabilitasnya turun.

Penulis: Faisal Mohay
Danang Triatmojo/Tribunnews.com
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di GOR UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (20/2/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengungkapkan jika elektabilitas Anies Baswedan untuk maju menjadi Calon Presiden 2024 menurun.

Hal tersebut disebabkan banjir yang melanda Jakarta sejak 1 Januari 2020.

Adi Prayitno menambahkan jika disisa masa jabatannya, Anies Baswedan akan bertaruh untuk menjaga performa politiknya dan menaikkan elektabilitasnya. 

"Bagi Anies 2,5 tahun sisa pemerintahannya adalah pertaruhan apakah Anies tetap bisa menjaga performa politiknya sebagai bagian tokoh, sosok yang selalu dihadap-hadapkan dengan penguasa saat ini," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Minggu (23/2/2020).

Menurutnya Anies harus mampu membenahi permasalahan di Jakarta untuk menaikkan kembali elektabilitas.

"Ujian nyata bagi Anies adalah bagaimana membenahi banjir kemacetan dan distribusi ekonomi yang berkeadilan.'

"Kalau melihat kecenderungan elektabilitas Anies itu turun. Anies saat ini elektabilitasnya 11, 6 % kalau sebelumnya Anies tinggi 15%-20% andai pilpres dilakukan hari ini," ungkapnya.

Baca: Anies Disemprot Yunarto Wijaya Soal Banjir Jakarta : Lanjutkan TikToknya, Ditunggu Kata Ajaibnya

Ia menambahkan jika disisa masa jabatannya, Anies harus mampu kembali menaikkan elektabilitas untuk mampu bersaing menjadi Presiden 2024.

"Saya menduga kenapa elektabilitas Anies turun dalam waktu dekat ini karena banjir yang terjadi di Jakarta sejak 1 Januari itu cukup efektif membunuh kredibilitas Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta."

"Makanya bagaimana Anies ini mampu merecovery isu-isu politik yng berkebang untuk menaikkan elektabilitasnya andai Anies bermimpi untuk menjadi presiden 2024 ini pertaruhan disisa jabatannya sebagai Gubernur Jakarta," imbuh pengamat politik UIN Jakarta ini.

Sementara itu, Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menyatakan selama 2 tahun Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak ada kebijakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan banjir.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020) (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

Hal itu terlihat dari banjir yang terjadi diawal tahun 2020  hingga sekarang.

"Pertanyaanya apakah yang dilakukan Anies selama 2 tahun bisa menyelesaikan persoalan banjir jawaban saya tidak."

Baca: Kisah Pemancing Tanpa Pikir Panjang Lompat dari Tebing Tiga Meter Selamatkan Puluhan Anak

"Karena memang selama 2 tahun tidak ada sedikitpun langkah yang dilakukan Anies untuk mengatasi persoalan banjir. 2 tahun ini Anies didukung oleh cuaca yang baik relatif tdiak ada hujan besar. Tapi diawal 2020 Anies diuji sampai hari ini," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Minggu (23/2/2020).

Baca: Elektabilitas Anies Baswedan Anjlok, Golkar: Dalam Politik Tidak Boleh Tinggi-tinggi di Depan

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari menyatakan, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto merupakan Calon Presiden 2024 terkuat berdasarkan hasil survei.

Baca: Wisudawan USU Meninggal Sesaat Sebelum Dilantik Jadi Doktor, Mendadak Pingsan di Tempat Duduk

"Kalau tidak ada Pak Jokowi paling tinggi Prabowo. Setelah Prabowo, Anies Baswedan," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Minggu (23/2/2020).

Ia menambahkan, melihat hasil survei yang dilakukan Indo Barometer, Anies Baswedan merupakan lawan terberat Prabowo karena berada di posisi kedua.

"Memang kalau kita buat dari beberapa simulasi baik 4 nama maupun 2 nama seandainya Pak Prabowo maju, maka lawan terberatnya adalah Anies Baswedan," imbuhnya.

Menurutnya, hasil survei ini masih bisa berubah karena politik itu dinamis dan masih banyak kemungkinan yang terjadi. 

"Angka-angka ini tentu masih bisa dinamis karena pengalaman survei 2004 dan 2009 yang dilakukan Indo Berometer awalnya Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian Ibu Mega kemudian di 2012 Prabowo."

"Tiba-tiba 2013, ada Jokowi dan itu bertahan sampai 2014. Trend itu berbeda dari 2014-2019 di mana nama yang paling kuat tidak berubah."

"Jokowi dan Prabowo tidak berubah-ubah jadi apa yang terjadi sekarng mungkin bisa berubah," ungkap pria 47 tahun ini.

(Tribunnews.com/Faisal Mohay)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved