Sabtu, 4 Oktober 2025

PPP Akan Tolak RUU Ketahanan Keluarga Kalau Diskriminasi Terhadap Perempuan

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih mengkaji draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan sejumlah anggota DPR RI.

Taufik Ismail
Wasekjen PPP Achmad Baidowi di Hotel Grand Sahid Jaya, Minggu (15/12/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA—Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih mengkaji draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan sejumlah anggota DPR RI.

Hal itu disampaikan Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi kepada Tribunnews.com, Minggu (23/2/2020).

"PPP dalam posisi msih melakukan kajian secara mendalam terkait usulan dari para pengusul. Pro kontra hal biasa dalam politik," ujar Wakil Sekjen PPP ini.

Baca: Gedung Pusat Kesehatan Ibu dan Anak RSCM Jakarta Kebanjiran

Baca: Donald Trump Cabut Indonesia dari Daftar Negara Berkembang untuk Penyelidikan, Disebut Unilateralis

Namun tegas dia, PP akan menolak RUU ini, jika diskriminasi terhadap perempuan.

"Kalau draft itu benar misalnya perempuan hanya mengurus keluarga, tentu PPP berkeberatan," tegasnya.

" Karena itu membatasi perempuan di ruang publik. Apalagi dilihat dari perspektif kesetaraan gender," jelasnya.

Gerindra Akan Putuskan Sikap Soal RUU Pertahanan Keluarga

Wakil Ketua DPR Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyebut partainya saat ini belum menentukan sikap soal RUU Ketahanan Keluarga yang menimbulkan kontroversi.

 "Dalam pembahasan nanti, fraksi akan menentukan di situ. Apakah ini bisa dilanjutkan atau tidak," ujar Dasco di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Dasco menyebut, RUU Pertahanan Keluarga bukan usulan Fraksi Gerindra, tetapi merupakan usulan pribadi dari anggota DPR yang menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi).

Ia pun memastikan pembahasan RUU tersebut akan melibatkan masyarakat, untuk mendapatkan masukan yang beragam.

"Tentunya janji DPR dalam periode ini, segala sesuatu produk dari DPR saat pembahasan akan libatkan komponen masyarakat," ucapnya.

"Jadi jangan khwatir DPR menutup diri terhadap hal-hal yang membuat keresahan di masyaraka," sambung Dasco.

Sebelumnya, Fraksi Partai Golkar menarik dukungan terkait pembahasan RUU Ketahanan Keluarga.

Mereka beralasan RUU tersebut meniadakan sifat keluarga yang heterogenitas. RUU ini bertujuan mendidik keluarga secara homogen.

"Kami menarik dukungan terhadap RUU Ketahanan Keluarga ini. RUU ini bertujuan mendidik keluarga secara homogen. Unsur-unsur heterogenitas dinafikkan," ujar Kapoksi Baleg Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin dalam pernyataan persnya, Kamis(20/2/2020).

RUU Ketahanan Keluarga diusulkan lima orang yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetyani dari Fraksi PKS.

Kemudian, Endang Maria Astuti Fraksi Golkar, Sodik Mujahid Fraksi Gerindra, dan Ali Taher Parasong Fraksi PAN.

Aktivis Perempuan Sebut RUU Ketahanan Keluarga Berpotensi Langgengkan KDRT

Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga. RUU tersebut dinilainya melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Wacana RUU Ketahanan Keluarga harus ditolak, karena mengabaikan pengalaman kekerasan perempuan yang terjadi di rumah dan dalam relasi personal," ujar Mutiara, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (20/2/2020).

Mutiara mengatakan data dan fakta KDRT yang dialami perempuan sama sekali tidak menjadi dasar pertimbangan dalam RUU Ketahanan Keluarga.

Padahal, kata dia, catatan Komnas Perempuan 2019 menyebutkan bahwa angka kekerasan dalam rumah tangga atau dalam relasi personal masih menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 71 persen atau 9.637 kasus.

Oleh karenanya, Mutiara menilai istri yang wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama pada Pasal 25 ayat (3) justru akan melanggengkan KDRT.

"Pengukuhan peran suami sebagai kepala dan pelindung keluarga, sedangkan istri sebagai pengatur urusan rumah tangga dan yang kemudian wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama akan melanggengkan KDRT itu sendiri," jelasnya.

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian KDRT pada buruh perempuan oleh Perempuan Mahardhika pada 2019 lalu.

Penelitian itu menyebutkan bahwa buruh perempuan korban KDRT memilih untuk bertahan dalam rumah tangga atau relasi personal yang penuh kekerasan. Bahkan dengan sukarela menanggung beban ekonomi pasangan agar pernikahan bisa tetap dipertahankan.

"Perlakukan kekerasan diterima sebagai bentuk pengabdian karena menganggap bahwa laki-laki adalah kepala keluarga yang harus dihormati," tandasnya.

Sebelumnya, Tribunnews.com mencoba menelisik pasal-pasal yang ada dalam draft RUU Ketahanan Keluarga. Seperti pada Pasal 25 yang mengatur perbedaan kewajiban dari suami dan istri.

Berdasarkan draft RUU Ketahanan Keluarga yang dikutip Tribunnews.com pada Kamis (20/2/2020) dijelaskan bahwa suami memiliki empat kewajiban.

Tertera dalam Pasal 25 ayat (2), suami disebut bertanggung jawab atas keutuhan dan kesejahteraan keluarga.

Selain itu, suami wajib melindungi keluarganya dari ancaman kejahatan, diskriminasi hingga penyimpangan seksual. Suami juga harus melindungi dirinya sendiri dan keluarga dari pornografi hingga penyalahgunaan narkoba serta alkohol.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved