KPK Hentikan Perkara
KPK Setop Penyelidikan 36 Kasus, Apa Saja?
Penghentian penanganan perkara itu dilakukan sejak Firli dkk dilantik pada 20 Desember 2019 hingga 20 Februari 2020.
"Pelapor boleh menanyakan langsung ke Pengaduan Masyarakat atau call center, sejauh mana pengaduannya itu ditindaklanjuti. Jadi pelapornya langsung yang menanyakan," kata Ali.
Preseden Buruk
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai penghentian penyelidikan 36 oleh KPK ini merupakan preseden yang buruk bagi lembaga antirasuah tersebut.
"Preseden ini akan memunculkan spekulasi bagi kasus-kasus yang tersangkanya buron juga akan di-SP3-kan. Ini yang harus dihindarkan," kata Fickar.
Fickar menuturkan, secara yuridis berdasarkan revisi UU KPK No 19 Tahun 2019,
KPK memang berhak memberikan SP3 atau menghentikan kasus yang ditangani sepanjang memenuhi persyaratannya, yakni telah 2 tahun tidak ditangani.
Namun menurut Fickar, seharusnya KPK melakukannya dengan selektif.
"Terutama kepada tersangka meninggal dunia dan kasus kasus yang memang bukti-buktinya tidak kuat atau kurang alat buktinya terutama bukti kerugian negaranya. Tetapi bagus kasus yang terkendala politik atau kepentingan kekuasaan sebaiknya tidak di-SP3-kan, sekalipun syarat waktu 2 tahun terpenuhi," kata Fickar.
Sementara itu anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani meminta pimpinan KPK menjelaskan kepada publik mengenai penghentian penyelidikan 36 kasus itu.
Menurut Arsul, penjelasan ini diperlukan agar tak ada kecurigaan publik.
"Agar tidak berkembang spekulasi bahwa KPK melakukan impunisasi kasus korupsi," kata Arsul.
Arsul mengatakan, penghentian penyelidikan dalam perkara pidana sebenarnya bukan sesuatu yang aneh.
Pada prinsipnya penyelidikan bisa dihentikan jika bukti permulaan tak cukup untuk perkara itu lanjut ke tahap penyidikan.
Akan tetapi, Arsul memahami bahwa publik memerlukan penjelasan untuk bisa menilai wajar tidaknya penyelidikan suatu kasus dihentikan.
Publik juga perlu mendapat penjelasan bahwa penghentian penyelidikan kasus bukan sesuatu yang bersifat final.
"Bisa saja nanti harus dibuka lagi ketika ada bukti baru masuk baik berupa saksi, surat-surat, atau petunjuk," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan ini. (tribun network/ilh.dod)